Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kahar Muzakkar, Patriot yang Kemudian Dicap sebagai Pemberontak

Kompas.com - 11/10/2023, 18:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

KOMPAS.com - Dalam sejarah Indonesia, nama Abdul Kahar Muzakkar lebih dikenal sebagai pemimpin Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan.

Antara 1950 hingga 1965, Sulawesi Selatan memang pernah mengalami pergolakan akibat gerakan Kahar Muzzakar bersama pengikutnya.

Padahal, pada masa perang kemerdekaan, Kahar Muzzakar adalah seorang patriot yang dalam beberapa kesempatan menjadi salah satu pengawal Soekarno.

Lantas, mengapa Abdul Kahar Muzakkar melakukan pemberontakan?

Berikut biografi singkat Kahar Muzakkar.

Baca juga: Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan

Masa muda Kahar Muzzakar

Abdul Qahhar Mudzakar lahir pada 24 Maret 1921 di Lanipa, Ponrang Selatan, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.

Ayahnya bernama Malinrang, keturunan bangsawan yang cukup kaya dan terpandang.

Saat kecil, Kahar Muzakkar kerap dipanggil Ladomeng, sebuah kata dalam bahasa Bugis yang berarti domino, karena saat ia lahir sang ayah sangat suka bermain domino.

Setelah tamat sekolah Muhammadiyah di Palopo, Kahar Muzakkar melanjutkan studi ke Jawa.

Ia menempuh pendidikan guru di Sekolah Muallimin di Solo yang dikelola oleh Muhammadiyah.

Pada 1941, Kahar pulang ke Sulawesi dan membuat gempar keluarga besarnya karena membawa istri orang Jawa.

Di kampung halamannya, ia menjadi anggota Pemuda Muhammadiyah dan organisasi kepanduan Hizbul Wathan, serta mengajar di sekolah Muhammadiyah.

Baca juga: Siapa yang Memimpin Gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan?

Diusir dari tanah kelahirannya

Pada saat kedatangan Jepang, Kahar Muzakkar tertular euforia yang berharap Jepang bisa membebaskan Indonesia dari Belanda.

Ia juga bekerja sebagai pegawai Nippon Dohopo, sebuah lembaga informasi, di Makassar.

Namun tidak lama kemudian, Kahar dikenai hukuman ri-paoppangi tana, yang membuatnya diusir dari tanah kelahirannya.

Tidak hanya diusir, hukuman ini membuatnya dianggap telah mati dan terputus ikatannya dengan keluarga besarnya.

Muncul beragam pendapat terkait alasan dijatuhkannya hukuman ini kepada Kahar.

Ada yang menyebut karena sikap Kahar yang anti-feodal dengan menyerukan diakhirinya sistem aristokrasi, sehingga memicu permusuhan di kalangan bangsawan Luwu.

Tindakan lain yang bertentangan dengan sistem tradisional di kampung halamannya adalah menikahi gadis Jawa.

Setelah diusir, Kahar kembali ke Solo dan membuka bisnis dagang.

Baca juga: Di Mana Pemberontakan DI/TII oleh Kesatuan Rakyat yang Tertindas?

Seorang pejuang perang kemerdekaan

Melalui bisnis dagangnya, Kahar Muzakkar masuk dalam gerakan nasionalis Indonesia.

Bersama rekan-rekannya dari Sulawesi Selatan, ia mendirikan Gerakan Pemuda Indonesia Sulawesi (GEPIS).

Organisasi itu berganti nama menjadi Angkatan Pemuda Indonesia Sulawesi (APIS), bagian dari Angkatan Pemuda Indonesia (API) dan diakui secara nasional.

Kahar bahkan ikut terlibat dalam peristiwa Rapat Raksasa di Lapangan Ikada, Jakarta, pada 19 September 1945.

Saat itu, ia bertindak sebagai salah satu pengawal Soekarno dan Hatta, yang siap melindungi mereka dari tentara Jepang, dengan bersenjata parang.

Selanjutnya, Kahar turut berperan mendirikan Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), organisasi pemuda Sulawesi untuk mengganyang Belanda.

APIS kemudian melebur ke dalam KRIS, di mana Kahar menjabat sebagai sekretarisnya, yang bertugas membentuk cabang KRIS di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Baca juga: Kisah Jenderal Soedirman Dipilih Menjadi Panglima TNI Pertama

Pada masa itu, Kahar bertemu dengan tahanan politik Belanda dari luar pulau, sebagian besar orang Bugis-Makassar, yang dipenjara di Nusakambangan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com