Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kahar Muzakkar, Patriot yang Kemudian Dicap sebagai Pemberontak

Kompas.com - 11/10/2023, 18:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

Kahar berhasil merundingkan pembebasan sekitar 800 tahanan, yang kemudian diberi pelatihan militer singkat dan menjadi pasukan intinya.

Pada saat ibu kota Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta pada awal 1946, Kahar kembali menjadi salah satu orang yang mengawal dan memberi perlidungan kepada Soekarno.

Karena masalah internal, Kahar tidak bertahan lama di KRIS, dan setelah itu ditugaskan oleh Jenderal Soedirman untuk mempersiapkan pembentukan tentara republik di Sulawesi.

Karier Kahar mulai cerah, ketika ia ditugaskan menjadi Komandan Persiapan Tentara Republik Indonesia (TRI) di Sulawesi.

Anggotanya adalah bekas tapol Belanda yang telah ia beri pelatihan militer dan anggota KRIS.

Ia juga ditugaskan membentuk Komando Grup Seberang (KGS) yang meliputi Kalimantan, Sunda Kecil, Maluku, dan Sulawesi.

Baca juga: Mengapa Andi Azis Menolak Keberadaan APRIS?

Menyusul penyerahan kedaulatan Indonesia dari Belanda pada Desember 1949, Kahar diperkirakan akan diangkat menjadi panglima di Sulawesi Selatan, mengingat ia merupakan salah satu tokoh utama yang mengorganisir mereka.

Namun, Kahar justru menjadi perwira tanpa jabatan, karena dinilai tidak memenuhi persyaratan.

Posisinya tersingkir oleh perwira-perwira yang memang mempunyai pendidikan formal dan kemampuan teknis militer yang lebih memadai.

Kembali ke Sulawesi

Pada Juni 1950, Kahar Muzakkar ditugaskan ke Sulawesi Selatan untuk bernegosiasi dengan Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS).

KGSS adalah organisasi yang dipakai kaum revolusioner untuk dapat memperjuangkan tuntutan-tuntutan mereka.

Organisasi ini dibentuk oleh Saleh Sahban atas perintah Kahar Muzakkar. Tidak heran, kelompok ini memberinya pengikut yang kuat untuk mendukung tuntutannya atas kedudukan komando teritorial.

Baca juga: Mengapa Sebagian Pasukan KNIL Menolak Bergabung dengan APRIS?

Saat itu, terjadi perselisihan yang disebabkan keinginan semua anggota KGSS untuk menjadi anggota Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) tidak dipenuhi pemerintah.

Pemerintah mengharuskan adanya seleksi terhadap anggota KGSS yang ingin masuk APRI.

Merasa lebih senasib, Kahar Muzakkar justru mewakili pihak KGSS dalam perundingan dengan AE Kawilarang pada 1 Juli 1950.

Dalam pertemuan itu, Kawilarang bukan hanya menolak permintaan KGSS, tetapi juga membubarkan kelompok ini.

Tindakan Kawilarang membuat Kahar Muzakkar naik pitam dan melayangkan tuntutan.

Tuntutan yang diminta oleh Kahar Muzakkar adalah, apabila permintaan KGSS untuk masuk ke dalam APRI dengan nama Brigade Hasanuddin tidak dipenuhi, maka mereka akan memberontak.

Merespons tuntutan itu, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan dengan memasukkan semua anggota KGSS ke dalam Korps Cadangan Nasional dan Kahar Muzakkar diangkat sebagai pemimpin dengan pangkat letnan kolonel.

Baca juga: Ibnu Hadjar, Pemimpin Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan

Kahar Muzakkar menolak kebijaksanaan tersebut dan memilih melarikan diri ke hutan bersama pengikutnya dan membawa senjata.

Ia memutuskan untuk menempuh jalannya sendiri, ketika merasa semua pengabdiannya pada masa perang kemerdekaan tidak mendapat balasan sepadan.

Pemberontakan, begitu sebutan yang melekat kemudian terhadap gerakan Kahar Muzakkar, karena tindakannya dinilai mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Gerakan yang dipimpin Kahar Muzakkar mendapat dukungan besar dari penduduk setempat.

Penolakan terhadap tuntutan para pejuang dirasakan oleh rakyat sebagai suatu penolakan terhadap peranan mereka sendiri yang telah menderita selama masa revolusi.

Ribuan orang bersimpati dan menyatakan kesetiaan serta dukungan kepada Kahar Muzakkar dan gerakannya.

Baca juga: Perbedaan Latar Belakang Pemberontakan DI/TII Jawa Barat dan Aceh

Apa peran Kahar Muzakkar dalam Pemberontakan DI/TII?

Gerakan gerilya Kahar Muzakkar melawan pemerintah sudah dimulai pada tahun 1950.

Semua bermula dari sebuah perselisihan tentang status militer dan suatu tuntutan akan keadilan.

Sejak Kahar Muzakkar dan para pengikut setianya bersembunyi di hutan, pemerintah mengupayakan suatu kompromi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com