KOMPAS.com - Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dikumandangkan pada 17 Agustus 1945 tidak lantas membuat Belanda mengikhlaskan wilayah jajahannya.
Setelah Indonesia mengumumkan kemerdekaannya pada dunia, Belanda masih melakukan segala cara untuk kembali berkuasa.
Salah satu upaya yang dilakukan Belanda adalah dengan melancarkan agresi militer sebanyak dua kali.
Peristiwa Agresi Militer Belanda II dimulai pada 19 Desember 1948.
Apa latar belakang Agresi Militer Belanda II?
Baca juga: Mengapa Agresi Militer Menjadi Bumerang bagi Belanda?
Latar belakang Agresi Militer Belanda II adalah pelaksanaan hasil Perundingan Renville yang mengalami kemacetan.
Untuk menyelesaikan Agresi Militer Belanda I yang dilancarkan pada pertengahan 1947, Indonesia dan Belanda dipertemukan dalam Perjanjian Renville.
Perjanjian Renville ditandatangani pada 17 Januari 1948, setelah Belanda dan Indonesia berunding di atas geladak kapal perang USS Renville milik Amerika Serikat sebagai tempat netral.
Isi Perjanjian Renville di antaranya:
Baca juga: Bantuan Aceh Saat Agresi Militer Belanda II
Isi Perjanjian Renville sangat merugikan Republik Indonesia. Alhasil, muncul banyak ketidakpuasan dari berbagai pihak hingga membuat Kabinet Amir Syarifuddin jatuh.
Situasi di dalam pemerintahan yang kacau ini membuat Belanda merasa memiliki kesempatan.
Belanda mencium gelagat bahwa pemerintah dan rakyat Indonesia tidak kompak dalam menghadapi Belanda.
Keadaan ini segera dimanfaatkan untuk melancarkan Agresi Militer Belanda II.
Indonesia, melalui Mohammad Hatta sebagai wakil presiden dan perdana menteri, tetap tegas mempertahankan kedaulatan Indonesia.
Di saat yang sama, Belanda terus berupaya mencari cara menjatuhkan wibawa Indonesia.