Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Al Makin
Rektor UIN Sunan Kalijaga

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Prof. Dr. phil. Al Makin, S.Ag. MA, kelahiran Bojonegoro Jawa Timur 1972 adalah Profesor UIN Sunan Kalijaga. Penulis dikenal sebagai ilmuwan serta pakar di bidang filsafat, sejarah Islam awal, sosiologi masyarakat Muslim, keragaman, multikulturalisme, studi minoritas, agama-agama asli Indonesia, dialog antar iman, dan studi Gerakan Keagamaan Baru. Saat ini tercatat sebagai Ketua Editor Jurnal Internasional Al-Jami’ah, salah satu pendiri portal jurnal Kementrian Agama Moraref, dan ketua LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UIN Sunan Kalijaga periode 2016-2020. Makin juga tercatat sebagai anggota ALMI (Asosiasi Ilmuwan Muda Indonesia) sejak 2017. Selengkapnya di https://id.m.wikipedia.org/wiki/Al_Makin.

Hijrah ke Republik Madinah

Kompas.com - 15/06/2023, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA 622 Masehi atau tahun nol Hijriyah, Nabi Muhammad SAW dengan para pengikutnya yang setia akhirnya hijrah ke Yatsrib, kota yang lebih subur, dingin, dan ramah.

Mereka meninggalkan Mekkah, kota yang panas, gersang berbukit hitam lengkap dengan gua-guanya.

Yatstrib seribu lima ratus kemudian pun, saat ini, kelihatan lebih tenang dan hijau. Kebun-kebun sepanjang jalan dengan berbagai tanaman, baik asli Saudi seperti kurma, atau tanaman-tanaman Asia dan Afrika yang dikembangkan akhir-akhir ini.

Yatsrib terasa lebih damai, sedangkan Mekkah terasa persaingannya untuk mendapatkan ruang seperti di Haram.

Di kota kelahiran Nabi itu, para jamaah haji 2023 berjubel dan berebut untuk ruang sedikit saja, karena padatnya lalu lintas tawaf, sai, dan sekadar shalat dan berdoa.

Perjalanan saat ini dari Mekkah ke Yatsrib sekitar enam sampai tujuh jam dengan mobil. Jalan raya tol mulus dan lurus melewati bukit-bukit gersang dengan beberapa pohon mengering, pasir menghampar dan rumput jarang-jarang dengan warna coklat, sedangkan matahari teriknya ganas.

Bayangkan ketika zaman Nabi hijrah dengan menghindari persekusi warga Mekkah, kota kelahirannya, betapa beratnya.

Perjalanan dengan jalan kaki atau naik onta, tidak dengan bis seperti para jamaah haji saat ini. Jalan masih setapak dengan melewati bebatuan terjal. Sekarang, bukit-bukit itu sudah diratakan oleh para konstruktor dengan bulldozer modern.

Kira-kira, waktu itu perjalanan bisa empat sampai tujuh hari tergantung berapa lama berhenti.

Begitu masuk Yatsrib Nabi disambut penduduknya dengan nyayian, Tala’a al-badru alaina (purnama telah nampak). Kota itu akhirnya berganti nama Madinah.

Kesan Penulis, Daerah Kerja (Daker) Mekkah Kementrian Agama tahun 2023 jauh lebih sibuk, tegang, dan mencemaskan daripada Daker di Madinah.

Saat tim monitoring Kementerian Agama tiba, Ketua Daker Madinah Zaenal Muttaqin meyambut kami dengan senyuman.

Para kepala-kepala seksi dan petugas berbagai bidang tampak wajahnya tidak risau. Para jamaah haji sebagian besar sudah pergi ke Mekkah untuk melaksanakan miqat dan umroh. Madinah lebih lengang.

Di Masjid Nabawi, Haram kedua setelah Mekkah, para jamaah melaksanakan shalat Maghrib dan Isya lebih rapi. Tidak ada saling mendorong seperti di Mekkah.

Askar (sekuriti) tidak ketat mengawasi dan memberi peringatan dengan suara keras seperti di Mekkah. Jamaah bisa shalat lebih khusuk di Masjid Nabawi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com