Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesultanan Jambi: Sejarah, Raja-raja, Masa Kejayaan, dan Keruntuhan

Kompas.com - 25/05/2022, 15:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kesultanan Jambi adalah kerajaan Melayu Islam yang pernah berdiri di Provinsi Jambi pada abad ke-17 hingga awal abad ke-20.

Sebelum berubah menjadi kesultanan, namanya dikenal dengan Kerajaan Melayu Jambi.

Kerajaan Jambi didirikan oleh Datuk Paduko Berhalo bersama istrinya, Putri Selaras Pinang Masak, pada 1460.

Pada 1615, kerajaan ini resmi menjadi kesultanan setelah Pangeran Kedah naik takhta dan menggunakan gelar Sultan Abdul Kahar.

Di bawah Sultan Abdul Kahar pula, Kesultanan Jambi mencapai masa kejayaan, di mana Jambi menjadi salah satu perniagaan utama di Sumatera.

Setelah berkuasa hampir empat abad, kerajaan runtuh setelah raja terakhir dari Kesultanan Jambi, Sultan Thaha Syaifuddin, wafat di tangan Belanda pada 1904.

Baca juga: Kerajaan Melayu: Letak, Raja-raja, dan Ekspedisi Pamalayu

Sejarah berdirinya

Sejak dikuasai Kerajaan Sriwijaya, Jambi telah dianggap memiliki peluang yang baik dalam bidang perdagangan.

Kerajaan Sriwijaya pun diakui sebagai penguasa sukses, khususnya dalam membangun hubungan perdagangan.

Pada 1460, Datuk Paduko Berhalo, yang konon berasal dari Turki, mendirikan Kerajaan Melayu Jambi bersama istrinya, Putri Selaras Pinang Masak.

Meski letak Kerajaan Jambi berada di Pulau Sumatera, tepatnya di Provinsi Jambi, tetapi keberadaannya tidak luput dari jangkauan Kerajaan Majapahit.

Kala itu, Kerajaan Jambi berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit, yang berpusat di Jawa Timur.

Pada akhir abad ke-16, Kerajaan Majapahit runtuh, bersamaan dengan tersiarnya agama Islam di Jambi.

Kerajaan Jambi secara resmi berubah menjadi kesultanan saat Pangerah Kedah naik takhta pada 1615 dengan gelar Sultan Abdul Kahar.

Baca juga: 6 Penyebab Runtuhnya Kerajaan Majapahit

Raja-raja Kesultanan Jambi

  • Datuk Paduko Berhalo dan Putri Selaras Pinang Masak (1460-1480)
  • Orang Kayo Pingai (1480-1490)
  • Orang Kayo Kedataran (1490-1500)
  • Orang Kayo Hitam (1500-1515)
  • Pangeran Hilang diair (1515-1540)
  • Panembahan Rengas Pandak (1540-1565)
  • Panembahan Bawah Sawo (1565-1590)
  • Panembahan Kota Baru (1590-1615)
  • Sultan Abdul Kahar (1615-1643)
  • Pangeran Depati Anom/Sultan Abdul Djafri/Sultan Agung (1643-1665)
  • Raden Penulis/Sultan Abdul Mahji/Sultan Ingologo (1665-1690)
  • Raden Tjakra Negara/Pangeran Depati/Sultan Kiyai Gede (1690-1696)
  • Sultan Mochamad Syah (1696-1740)
  • Sultan Sri Ingologo (1740-1770)
  • Sultan Zainuddin/Sultan Anom Sri Ingologo (1770-1790)
  • Mas’ud Badaruddin/Sultan Ratu Sri Ingologo (1790-1812)
  • Sultan Mahmud Muhieddin/Sultan Agung Sri Ingologo (1812-1833)
  • Sultan Muhammad Fakhruddin bin Mahmud (1833-1841)
  • Sultan Abdul Rahman Nazaruddin bin Mahmud (1841-1855)
  • Sultan Thaha Syaifuddin bin Muhammad Fakhruddin (1855-1858)
  • Sultan Ahmad Nazaruddin bin Mahmud (1858-1881)
  • Sultan Muhammad Muhieddin bin Abdul Rahman (1881-1885)
  • Sultan Ahmad Zainul Abidin bin Muhammad (1885-1899)
  • Sultan Thaha Syaifuddin bin Muhammad Fakhruddin (1900-1904)
  • Sultan Abdurrachman Thaha Syaifuddin (sebagai simbol adat) (2012-2021)

Baca juga: 4 Peninggalan Kerajaan Islam di Jambi

Masa kejayaan 

Sejak pertengahan abad ke-16, para penguasa Jambi mengadakan perdagangan lada yang menguntungkan dengan bangsa Portugis, Inggris, dan Belanda.

Kegiatan perdagangan itu juga melibatkan bangsa China, Melayu, Makassar, dan Jawa. Kehidupan ekonomi Kesultanan Jambi yang makmur akibat kegiatan perdagangan inilah yang mampu membawa kerajaan menuju masa kejayaan di bawah Sultan Abdul Kahar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com