KOMPAS.com - Perang Banjar atau yang biasa disebut juga Perang Banjar-Barito terjadi antara 1859 hingga 1905.
Dalam pertempuran ini, para pejuang asal Kalimantan bersama-sama melawan penjajah Belanda.
Para pejuang Kalimantan yang dipimpin oleh Pangeran Antasari berperang melawan Belanda di wilayah Kesultanan Banjar, Kalimantan Selatan.
Berikut ini sebab umum dan sebab khusus terjadinya Perang Banjar.
Baca juga: Perang Banjar (1859-1905)
Salah satu sebab khusus yang menyebabkan terjadinya Perang Banjar adalah ketika masa kepeimpinan Sultan Sulaiman al-Mutamidullah, Kesultanan Banjar menyepakati perjanjian dengan Belanda.
Berdasarkan dari perjanjian itu, Kesultanan Banjar menyerahkan beberapa wilayahnya kepada Belanda, seperti Dayak, Sintang, Bakumpai, Tanah Laut, Mundawai, Kotawaringin, Lawai, Jalai, Pigatan, Pasir Kutai, dan Beran.
Setelah Sultan Sulaiman turun takhta, kedudukannya diganti oleh Sultan Adam pada 4 Mei 1826.
Sultan Adam juga membentuk perjanjian dengan Belanda, hingga menyisakan wilayah Kesultanan Banjar meliputi Hulu Sungai, Martapura, dan Banjarmasin.
Dengan semakin sempitnya wilayah Kesultanan Banjar, masalah semakin banyak terjadi, khususnya kehidupan sosial-ekonomi.
Keadaan kian runyam setelah putra mahkota, Abdul Rakhman, meninggal mendadak pada 1852 dan Sultan Adam wafat pada 1857.
Terdapat tiga orang yang dicalonkan menjadi penerus pemimpin Kesultanan Banjar, yaitu Pangeran Hidayatullah II, Pangeran Anom, dan Pangeran Tamjidillah II.
Baca juga: Raja-Raja Kesultanan Banjar
Dari tiga kandidat itu, Pangeran Hidayatullah II mendapat dukungan dari pihak istana. Namanya juga tertulis dalam surat wasiat yang ditulis oleh Sultan Adam agar menjadi penerus takhta.
Namun, Belanda tidak setuju, karena lebih mendukung Pangeran Tamjidillah II sebagai pemimpin Kesultanan Banjar.
Alhasil, Pangeran Hidayatullah II yang harusnya memimpin Kesultanan Banjar, digantikan oleh Sultan Tamjidillah II, yang diangkat oleh Belanda.
Peristiwa ini memicu terjadinya bentrok antara pihak Kesultanan Banjar dengan Belanda.