Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebab Umum Terjadinya Perang Diponegoro

Kompas.com - 01/10/2021, 15:00 WIB
Widya Lestari Ningsih,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Perang Diponegoro merupakan pertempuran besar yang berlangsung selama lima tahun, yakni antara 20 Juli 1825 hingga 28 Maret 1830.

Perang ini melibatkan masyarakat pribumi dari berbagai wilayah di Jawa, hingga disebut sebagai Perang Jawa, dengan tentara Belanda.

Masyarakat Jawa dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, seorang pangeran Yogyakarta, sedangkan tentara Belanda dipimpin oleh Jenderal de Kock.

Terdapat beberapa faktor yang memicu terjadinya Perang Diponegoro. Faktor-faktor tersebut bahkan dibedakan menjadi sebab umum dan sebab khusus.

Berikut ini beberapa sebab umum terjadinya Perang Diponegoro.

Intervensi Belanda dalam urusan Kesultanan Mataram

Memasuki abad ke-19, keadaan di Jawa khususnya di Surakarta dan Yogyakarta semakin memprihatinkan.

Baca juga: Sebab Khusus Terjadinya Perang Diponegoro

Intervensi pemerintah kolonial terhadap pemerintahan lokal tidak jarang mempertajam konflik yang sudah ada atau justru melahirkan permasalahan baru di lingkungan kerajaan.

Hal ini juga terjadi di Yogyakarta, di mana konflik di keraton dimanfaatkan Belanda untuk menerapkan taktik adu domba dan bertindak sebagai penolong.

Sesungguhnya, cara licik seperti ini sering diterapkan Belanda untuk dapat mempertahankan kekuasaan dan mengembangkan pengaruhnya.

Campur tangan pihak kolonial juga membawa pergeseran adat dan budaya keraton yang tidak sesuai dengan budaya nusantara.

Sejak ayahnya, Sultan Hamengkubuwono III, memegang tumpuk pemerintahan, Pangeran Diponegoro sangat malu dan prihatin terhadap terjadinya konflik suksesi di keraton.

Karena sang ayah berorientasi sekuer dan cenderung pada budaya Barat, Pangeran Diponegoro pun memillih meninggalkan aktivitas di keraton dan hanya melakukan audiensi kepada ayahnya pada hari-hari besar.

Baca juga: Biografi Pangeran Diponegoro, Pemimpin Perang Jawa

Penobatan Pangeran Menol

Pada 16 Desember 1822, Sultan Hamengkubuwono IV meninggal secara mendadak di usia 18 tahun.

Residen Yogyakarta, Baron de Salis, pada awalnya meminta Pangeran Diponegoro untuk menggantikan, tetapi ia menolak.

Pangeran Diponegoro juga menolak kalau pemerintah menunjuk Pangeran Menol, yang masih berusia dua tahun, naik takhta.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com