Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jenderal Soedirman: Masa Kecil, Pendidikan, dan Perjuangannya

Kompas.com - 27/04/2021, 19:09 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Raden Soedirman atau Jenderal Soedirman adalah seorang perwira tinggi pada masa Revolusi Nasional Indonesia. 

Ia menjadi panglima besar TNI pertama yang dihormati di Indonesia berkat jasanya dalam menggugurkan para penjajah. 

Ia dilantik pada tanggal 18 Desember 1945. Selama tiga tahun berusaha melawan tentara kolonial Belanda, Soedirman berhasil mengalahkan mereka melalui Perjanjian Linggarjati dan Renville yang turut disusun oleh Soedirman. 

Setelah melalui berbagai macam perjuangan, pada tahun 1948, Soedirman divonis mengidap penyakit tuberkulosis yang menyebabkan paru-paru kanannya harus dikempeskan pada November 1948. 

Jenderal Soedirman meninggal kurang lebih satu bulan setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. 

Baca juga: Kabinet Indonesia Bersatu I dan II

Biografi

Soedirman merupakan anak dari pasangan Karsid Kartawiraji dan Siyem, lahir di Purbalingga, 24 Januari 1916. 

Sejak kecil, Soedirman diasuh oleh pamannya yang bernama Raden Cokrosunaryo, karena ia memiliki kondisi keuangan yang jauh lebih baik dibanding orang tua kandung Soedirman. 

Setelah Soedirman diadopsi oleh pamannya, ia pun juga turut diberi gelar kebangsawanan suku Jawa, menjadi Raden Soedirman. 

Soedirman tumbuh besar dengan cerita-cerita kepahlawanan yang disampaikan padanya, serta diajarkan etika dan tata krama priyayi serta kesederhanaan sebagai rakyat biasa. 

Berkat didikan tersebut, Soedirman tumbuh menjadi anak yang rajin dan aktif di sekolahnya. 

Namun pada tahun ketujuhnya bersekolah, ia harus dipindah dari sekolah milik pemerintah ke sekolah menengah milik Taman Siswa. 

Pada tahun kedelapan, ia kembali dipindah sebab sekolah Taman Siswa ditutup oleh Ordonansi Sekolah Liar, sistem yang didirikan pemerintah Hindia Belanda, karena sekolah tersebut diketahui tidak terdaftar. 

Di sekolah ia banyak dikenal oleh guru-guru dan teman-temannya sebagai seorang murid serta teman yang tekun dan pintar. 

Berkat ketekunannya tersebut ia tetap diizinkan untuk melanjutkan sekolah meskipun ia tidak mampu membayar setelah kematian sang paman yang membuatnya jatuh miskin. 

Baca juga: Pemberontakan DI/TII di Aceh

Kehidupan Pendidikan 

Setelah kepergian ayah tirinya, Soedirman masih terus mendedikasikan hidupnya dalam dunia pendidikan. 

Ia menjadi guru praktik di Wirotomo dan menjadi anggota Perkumpulan Siswa Wirotomo, klub drama, dan kelompok musik. 

Bahkan Soedirman juga turut membantu mendirikan cabang Hizboel Wathan, sebuah organisasi Kepanduan Putra milih Muhammadiyah. 

Setelah lulus dari Wirotomo, Soedirman melanjutkan pendidikannya selama satu tahun di Kweekschool (sekolah guru) yang dioperasikan Muhammadiyah di Surakarta, namun berhenti karena masalah biaya.

Pada 1936, Soedirman kembali ke Cilacap untuk mengajar di sebuah sekolah dasar Muhammadiyah, setelah sebelumnya dilatih oleh guru-gurunya di Wirotomo. 

Di tahun yang sama, Soedirman menikah dengan seorang perempuan bernama Alfiah dan dikarunai tiga orang putra dan empat orang putri

Mereka adalah Ahmad Tidarwono, Muhammad Teguh Bambang Tjahjadi, dan Taufik Efendi, serta keempat putrinya adalah Didi Praptiastuti, Didi Sutjiati, Didi Pudjiati, dan Titi Wahjuti Satyaningrum.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com