Untuk mengatasi masalah ini, PPKI membentuk tiga badan sebagai wadah untuk menyalurkan potensi perjuangan rakyat pada 22 Agustus 1945, yaitu:
Soedirman sendiri mendirikan divisi lokal dalam BKR dan kemudian pasukannya dijadikan bagian dari Divisi V pada 20 Oktober oleh panglima sementara Oerip Soemohardjo.
Baca juga: Kerajaan Gowa-Tallo: Letak, Kehidupan, Peninggalan, dan Keruntuhan
Pada 12 November 1945 dilakukan pemilihan untuk menentukan panglima besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Yogyakarta.
Soedirman pun terpilih untuk menduduki jabatan tersebut, sedangkan Oerip menjadi kepala staff.
Sembari menunggu dirinya dilantik, Soedirman mengerahkan serangan kepada pasukan Inggris dan Belanda di Ambarawa.
Pertempuran ini diungguli dengan kemenangan Indonesia melalui perjanjian yang turut dicetus oleh Soedirman, Perjanjiaan Linggarjati dan Renville.
Selain mengalami pemberontakan dari Belanda, Soedirman juga mendapati pemberontakan dari dalam termasuk upaya kudeta 1948.
Melalui rangkaian peristiwa tersebut, Soedirman kemudian menganggap hal tersebut menjadi penyebab penyakit tuberkulosisnya.
Karena infeksi ini, paru-paru kanan Soedirman pun harus dikempiskan pada bulan November 1948.
Setelah beberapa hari di rumah sakit, Soedirman diperbolehkan untuk pulang.
Bersamaan dengan itu, Belanda melancarkan Agresi Militer Belanda II untuk menduduki Yogyakarta.
Soedirman beserta kelompok kecil tentaranya serta dokter pribadinya melakukan perjalanan ke Yogyakarta dan memulai perlawanan melalui Perang Gerilya selama tujuh bulan.
Setelah melalui berbagai macam perlawanan, Belanda akhirnya mulai menarik diri.
Soedirman masih ingin tetap terus melanjutkan perlawanannya terhadap Belanda, namun keinginannya ditolak oleh Presiden Soekarno.
Soedirman pun pensiun dan wafat kurang dari satu bulan setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indoenesia.
Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Referensi: