Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Ekonomi Liberal pada Masa Kolonial dan Kondisi Masyarakat

Kompas.com - 19/02/2021, 17:18 WIB
Serafica Gischa

Penulis

KOMPAS.com - Dalam sejarah Indonesia sekitar 1870-1900 disebut dengan masa liberalisme. Di mana kaum pengusaha Belanda dan modal swasta diberikan peluang oleh pemerintah Hindia Belanda untuk menanamkan modalnya dalam berbagai usaha kegiatan di Indoensia.

Dalam buku Sejarah Indonesia Abad 19 - Awal Abad 20 (2001) oleh Daliman, para pelaku usaha Belanda menanamkan modal terutama di industri-industri perkebunan besar baik di Jawa maupun luar Jawa.

Selama masa liberalisme ini, modal swasta dari Belanda dan negara-negara Eropa lainnya telah mendirikan perkebunan kopi, teh, gula, dan kina yang cukup besar.

Pada masa liberalisme ini juga, sistem tanam paksa di Indonesia sudah dihapuskan. Dengan bebasnya kehidupan ekonomi dari pemerintah, mendorong perkembangan ekonomi Hindia-Belanda.

Baca juga: Kondisi Rakyat Indonesia Masa Pemerintahan Inggris

Zaman liberal menyebabkan penetrasi ekonomi lebih maju, terutama di Jawa. Penduduk pribumi di Jawa mulai menyewakan tanah-tanahnya kepada pihak swasta Belanda untuk dijadikan perkebunan besar.

Adanya perkebunan-perkebunan tersebut, memberikan peluang bagi rakyat Indonesia untuk bekerja sebagai buruh perkebunan.

Perkembangan pesat perkebunan teh, kopi, tembakau, dan tanaman perdagangan lainnya berlangsung antara 1870-1885. Selama itu pemerintah meraup keuntungan besar.

Krisis perdagangan

Salah satu dampak pelaksanaan sistem ekonomi liberal bagi indonesia yaitu adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 karena merosotnya harga kopi.

Setelah tahun 1885, perkembangan tanaman perdagangan mulai anjlok. Jatuhnya harga kopi dan gula di pasar dunia, diakibatkan karena Eropa mulai menanam gula sendiri. Sehingga mereka tidak memerlukan impor gula dari Indonesia.

Krisis perdagangan ini mengakibatkan terjadinya reorganisasi dalam kehidupan ekonomi Hindia Belanda. Perkebunan besar bukan lagi milik perseorang tetapi diorganisasi sebagai perseroan terbatas.

Baca juga: Gubernur Jenderal Hindia Belanda dari 1650 hingga 1725

Pada akhir abad ke-19, terjadi perkembangan dalam ekonomi Hindia Belanda. Sistem ekonomi liberalisme murni ditinggalkan dan bergantu menjadi sistem ekonomi terpimpin.

Di mana ekonomi Hindia Belanda, khususnya Jawa mulau dikendalikan oleh kepentingan finansial dan industriil di negeri Belanda dan tidak diserahkan kepada pemimpin perkebunan besar yang ada di Jawa.

Kondisi masyarakat masa liberal

Berdasarkan buku Sejarah Indonesia Modern (1991) oleh M.C Ricklef, meskipun pada masa liberalisme industri perkebunan di Jawa berkembang pesat, kondisi kesejahteraan rakyat Indonesia justru mundur.

Hal ini karena penduduk di Jawa semakin bertambah, sehingga memperbesar tekanan terhadap sumber-sumber bahan pangan.

Tanah dengan kualitas terbaik sudah digunakan untuk tanaman dagang, sehingga padi hanya ditanam di lahan yang tandus.

Pembebasan tanam paksa, ternyata hanya memberikan sedikit perbaikan. Pasalnya pajak tanah dan bentuk pembayaran lain masih harus dilakukan rakyat kepada pemerintah.

Baca juga: Gubernur Jenderal Hindia Belanda dari 1610 hingga 1650

Beberapa faktor yang menyebabkan kemiskinan rakyat Indonesia khususnya Jawa, di antaranya:

  1. Kemakmuran rakyat ditentukan oleh perbandingan jumlah penduduk dengan faktor produksi lain, seperti tanah dan modal. Rakyat bermodal sedikit, sedangkan jumlah penduduknya banyak.
  2. Tingkat kemakmuran belum tinggi, sehingga hanya dijadikan umpan bagi kaum kapitalis
  3. Penghasilan rakyat diperkecil dengan sistem verscoot (uang muka)
  4. Sistem tanam paksa dihapus, namun masih berlaku sistem batiq saldo.
  5. Krisis tahun 1885 mengakibatkan penciutan kegiatan pengusaha perkebunan gula, artinya menurunkan upah kerja dan sewa tanah bagi penduduk.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com