Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kembali ke Negara Kesatuan

Kompas.com - 12/03/2020, 17:30 WIB
Arum Sutrisni Putri

Penulis

Sumber Kemdikbud

KOMPAS.com - Belanda tidak begitu saja melepaskan Indonesia sebagai negara merdeka dan melakukan berbagai upaya untuk kembali menguasai Indonesia.

Setelah Republik Indonesia Serikat (RIS) menerima pengakuan kedaulatan pada 27 Desember 1949, muncul rasa tidak puas di kalangan rakyat terutama negara-negara bagian di luar Republik Indonesia.

Tahukah kamu bagaimana perjuangan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia?

Negara bentukan Belanda

Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, pada masa RIS, Belanda menciptakan 15 negara bagian atau daerah yang bersifat kolonial dan belum merdeka penuh.

Baca juga: Perjanjian Renville: Latar Belakang, Isi, dan Kerugian bagi Indonesia

Negara-negara bagian ciptaan Belanda adalah:

  1. Negara Indonesia Timur (NIT): negara bagian pertama ciptaan Belanda terbentuk pada 1946.
  2. Negara Sumatera Timur: terbentuk pada 25 Desember 1947 dan diresmikan pada 16 Februari 1946.
  3. Negara Sumatera Selatan: terbentuk atas persetujuan Van Mook pada 30 Agustus 1948, daerah meliputi Palembang dan sekitarnya, dengan Presiden Abdul Malik.
  4. Negara Pasundan (Jawa Barat).
  5. Negara Jawa Timur: terbentuk pada 26 november 1948 melalui surat keputusan Gubernur Jenderal Belanda.
  6. Negara Madura: terbentuk melalui suatu plebesit dan disahkan Van Mook pada 21 Januari 1948.

Selain enam negara bagian itu, Belanda masih menciptakan daerah-daerah yang berstatus daerah otonom. Daerah-daerah otonom ciptaan Belanda adalah:

  1. Kalimantan Barat
  2. Kalimantan Timur
  3. Dayak Besar (daerah Kalimantan Tengah)
  4. Daerah Banjar (Kalimantan Selatan)
  5. Kalimantan Tenggara
  6. Jawa Tengah
  7. Bangka
  8. Belitung
  9. Riau Kepulauan

Baca juga: Perjanjian Linggarjati: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya

Kembali ke negara kesatuan

Setelah pengakuan kedaulatan RIS, tuntutan bergabung dengan negara RIS semakin luas. Tuntutan semacam ini memang dibenarkan oleh konstitusi RIS pada pasal 43 dan 44. Penggabungan antara negara atau daerah dimungkinkan karena kehendak rakyat.

Maka, pada 8 Maret 1950 pemerintah RIS dengan persetujuan DPR dan Senat RIS mengeluarkan Undang-undang Darurat No. 11 Tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS.

Setelah dikeluarkan UU Darurat No. 11 itu, maka negara-negara bagian atau daerah otonom seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan Madura bergabung dengan RI di Yogayakarta.

Karena semakin banyak negara-negara bagian atau daerah yang bergabung dengan RI, maka sejak 22 April 1950, negara RIS hanya tinggal tiga yaitu Republik Indonesia, Negara Sumatera Timur dan Negara Indonesia Timur.

Perdana Menteri Republik Indonesia RIS, Moh Hatta mengadakan pertemuan dengan Sukawati (NIT) dan Mansur (Negara Sumatera Timur). Mereka sepakat membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Baca juga: Tokoh Perjanjian Linggarjati

Piagam Persetujuan 19 Mei 1950

Sesuai dengan usul DPR Sumatera Timur, proses pembentukan NKRI tidak melalui penggabungan dengan RI tetapi penggabungan dengan RIS.

Setelah itu, diadakan konferensi yang dihadiri oleh wakil-wakil RIS (termasuk NIT dan Negara Sumatera Timur). Melalui konferensi tersebut, akhirnya pada 19 Mei 1950 tercapai persetujuan yang dituangkan dalam Piagam Persetujuan.

Isi penting Piagam Persetujuan 19 Mei 1950 adalah:

  1. Kesediaan bersama untuk membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan dari negara RI yang berdasarkan pada Proklamasi 17 Agustus 1945.
  2. Penyempurnaan Konstitusi RIS, dengan memasukkan bagian-bagian penting dari UUD RI tahun 1945. Untuk ini diserahkan kepada panitia bersama untuk menyusun Rencana UUD Negara Kesatuan.

Panitia bersama juga ditugaskan untuk melaksanakan isi Piagam Persetujuan 19 Mei 1950.

Baca juga: Perjanjian Roem-Royen: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com