Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Gas Beracun Akibat Letusan Gunung yang Berbahaya Bagi Manusia

Kompas.com - 22/09/2023, 20:33 WIB
Usi Sulastri,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Indonesia, yang terletak di antara tiga lempeng bumi dan berada di Cincin Api, memiliki potensi tinggi untuk berada dalam jangkauan letusan gunung berapi.

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia yang dikutip pada Jumat (22/9/2023), terdapat 21 letusan gunung berapi yang terjadi pada tahun 2020–2023.

Baca juga: Jenis-jenis Gas Rumah Kaca

Letusan gunung berapi menghasilkan berbagai gas berpotensi membahayakan kesehatan manusia, seperti Karbon Dioksida (CO2), Sulfur Dioksida (SO2), Hidrogen Klorida (HCl), Hidrogen Sulfida (H2S), Radon (Rn), Hidrogen Fluorida (HF), dan Asam Sulfat (H2SO4).

Dilansir dari U.S. Geological Survey, Jumat (22/9/2023), ada beberapa penyakit yang dapat muncul akibat dampak gas yang dihasilkan oleh letusan gunung.

Berikut dampak-dampak gas yang dihasilkan oleh letusan gunung yang bisa berakibat pada kesehatan.

  • Karbon dioksida (CO2)

Karbon dioksida, yang merupakan sekitar 0,04 persen dari atmosfer bumi, dilepaskan oleh gunung berapi dalam jumlah rata-rata antara 180 hingga 440 juta ton setiap tahun.

Karbon dioksida adalah gas yang lebih berat dari udara dan dapat mengalir ke daerah dataran rendah, di mana konsentrasinya bisa meningkat secara signifikan dalam kondisi atmosfer yang stabil. Hal ini membawa risiko serius bagi manusia dan hewan.

Pernapasan udara dengan kandungan CO2 melebihi 3 persen dapat segera menyebabkan gejala seperti sakit kepala, pusing, peningkatan denyut jantung, dan kesulitan bernapas.

Ketika rasio pencampuran melebihi sekitar 15 persen, karbon dioksida dapat dengan cepat menyebabkan hilangnya kesadaran dan bahkan kematian.

Baca juga: Indonesia Produsen Gas Rumah Kaca Ke-8 Dunia, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

  • Sulfur dioksida (SO2)

Sulfur dioksida (SO2) adalah gas tak berwarna yang memiliki bau menyengat. Emisi SO2 dapat mengakibatkan hujan asam dan polusi udara yang menjalar ke arah berlawanan dari gunung berapi.

SO2 juga mengakibatkan iritasi pada kulit, jaringan, serta selaput lendir mata, hidung, dan tenggorokan.

  • Hidrogen sulfida (H2S)

Hidrogen sulfida (H2S) adalah gas yang tidak berwarna dan mudah terbakar dengan bau yang kuat dan menyengat.

Yang menarik, hidung manusia jauh lebih sensitif terhadap H2S daripada instrumen pemantauan gas yang kita miliki saat ini. Bahkan campuran udara dengan hanya 0,000001% H2S sudah cukup untuk menimbulkan bau telur busuk.

Namun, pada rasio pencampuran di atas sekitar 0,01%, H2S menjadi tidak berbau tetapi sangat beracun, menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan bagian atas dan, jika terpapar dalam jangka waktu lama, dapat menyebabkan edema paru.

Paparan 500 ppm dapat mengakibatkan manusia jatuh pingsan dalam 5 menit dan meninggal dalam satu jam atau bahkan kurang.

Baca juga: Mengenal Awan Panas, Hasil Letusan Gunung Berapi yang Berbahaya

  • Hidrogen halida (HF, HCl, HBr)

Ketika magma mendekati permukaan, gunung berapi dapat melepaskan halogen seperti fluor, klorin, dan bromin dalam bentuk hidrogen halida (HF, HCl, dan HBr).

Zat-zat ini memiliki tingkat kelarutan yang tinggi sehingga dapat larut dengan cepat dalam tetesan air yang ada dalam abu vulkanik atau atmosfer, berpotensi menyebabkan hujan asam.

Selain itu, dalam letusan yang menghasilkan abu vulkanik, partikel abu sering kali dilapisi dengan hidrogen halida.

Ketika partikel abu ini jatuh ke tanah dan endap, mereka dapat mencemari sumber air minum, tanaman pertanian, dan lahan penggembalaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com