Oleh: Wahyu Purwanta
JAGAT pemberitaan di bulan Agustus tahun ini diwarnai dengan hingar bingar terkait kualitas udara Jakarta yang dianggap terburuk di dunia.
Sebenarnya tahun lalu di bulan Juni, penulis juga dimintai pendapat jurnalis beberapa media massa terkait buruknya kualitas udara Jakarta saat itu.
Baca juga: Kualitas Udara Buruk, Ini 3 Cara agar Tetap Sehat
Siklus tahunan ini seperti berulang, saat musim kemarau muncul isu polusi udara dan di saat musim hujan timbul isu terkait banjir di Jakarta.
Sungguh problematika yang tidak mudah untuk dipecahkan secepatnya untuk sebuah megapolitan yang sudah “mapan” dari segi jumlah penduduk, tata ruang, aktivitas ekonomi lengkap dengan aspek sosial budayanya.
Sebenarnya seberapa pentingkah isu kualitas udara suatu wilayah khususnya perkotaan?
Pertama mari kita renungkan bahwa sekali napas, akan ada 500 ml udara yang masuk ke paru-paru kita apapun kualitas udara itu.
Kondisi udara yang dihirup tersebut kita tidak bisa memilih kualitasnya dengan leluasa, baik di tempat tinggal, tempat kerja maupun jalanan dan itu berlangsung otomatis tanpa jeda. Udara yang masuk ke paru-paru akan langsung bersinggungan dengan sistem aliran darah, di mana kondisi darah adalah vital bagi manusia.
Bisa dibayangkan jika udara kita mengandung partikulat 2,5 mikron (PM2,5) dan ukuran sedemikian kecil ini (1 mikron = 0,001 mm, diameter rambut 50 – 70 mikron) tidak dapat disaring bulu hidung dan langsung masuk ke alveolus (tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara paru-paru dan darah).
Polutan udara tidak hanya partikulat tetapi juga gas-gas asam, logam dan juga radikal bebas. Ini berarti secara kontinyu sepanjang kita bernapas, darah kita akan terbebani berbagai zat polutan tersebut.
Efek paling logis adalah darah akan dalam kondisi mengental dan mengandung racun. Kondisi ini tentu akan berpengaruh pada kondisi kesehatan seseorang.
Baca juga: Polusi Udara Rusak Paru-paru dan Imun Bayi yang Baru Lahir
European Environmental Agency merilis bahaya partikulat ini antara lain bagi otak (stroke, degeneratif saraf), jantung (aritmia, penurunan fungsi), reproduksi (kelahiran prematur, kesuburan, stunting), sistem vaskular (aterosklerosis, penyempitan pembuluh) dan paru-paru (pernapasan kronis, penurunan fungsi).
Melihat demikian bahayanya polusi udara, pemerintah telah mengatur perlindungan dan pengelolaan mutu udara (PPMU) melalui Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2021 pasal 163. Muatan dalam regulasi ini antara lain adanya baku mutu emisi (BME) dan baku mutu udara ambien (BMUA).
Baku mutu emisi adalah batas maksimum zat atau polutan yang boleh dikeluarkan dari pipa gas buang (untuk kendaraan bermotor) atau cerobong (untuk industri).
BME kendaraan bermotor diperuntukkan juga untuk berbagai jenis kendaraan dan BME untuk industri juga dibedakan atas berbagai jenis industri.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.