Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Biodiversitas Nusantara untuk Remediasi Pencemaran Lingkungan

Kompas.com - 07/06/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Fitri Yola Amandita dan Hanies Ambarsari

KERAGAMAN hayati atau biodiversitas secara global diperkirakan mencapai setidaknya 500 juta spesies, bahkan perhitungan paling optimistik menyebutkan angkanya bisa mencapai 3 miliar, namun baru sekitar 1,9 juta jenis organisme yang telah berhasil ‘ditemukan’.

Baca juga: 5 Negara dengan Biodiversitas Tertinggi di Dunia, Indonesia Nomor 2

Jumlah yang luar biasa tersebut menunjukkan betapa besar potensi alam yang bisa dimanfaatkan manusia. Mulai dari pemenuhan kebutuhan primer sampai dengan kebutuhan rekreasional, manusia sangat bergantung pada ketersediaan sumber daya alam.

Perkembangan ilmu dan teknologi membawa peradaban manusia semakin maju dalam memaksimalkan pemanfaatan kekayaan alam menjadi berbagai komoditas yang bernilai ekonomi, sosial, dan ekologis.

Sayangnya, praktik korporasi dalam mengekploitasi sumber daya alam cenderung lebih berpihak kepada keuntungan ekonomi, menomorduakan aspek lain yang sama pentingnya.

Alhasil, kerusakan alam tidak terelakan, dimana terjadi pencemaran lingkungan oleh berbagai senyawa organik dan kimiawi yang membahayakan kesehatan lingkungan dan manusia, dan pada akhirnya menjadi isu global.

Solusi bagi pencemaran lingkungan yang sudah sangat mengkhawatirkan ini membutuhkan teknologi yang tidak hanya efektif, tapi juga aplikatif dan ramah lingkungan, yang berarti tanpa menimbulkan produk sampingan yang dapat menjadi sumber pencemaran baru.

Teknologi semacam ini tidak harus mahal, bahkan alam sudah menyediakan ‘bahan’nya secara gratis.

Alam mengajarkan manusia mekanisme sederhana namun sempurna bagaimana menghilangkan sampah dan limbah lingkungan melalui proses penguraian dan pembusukan, baik oleh hewan pengurai seperti cacing, dan mikroba; maupun proses penyerapan polutan oleh tanaman yang pada dasarnya memiliki sifat mengakumulasi senyawa dari air maupun tanah.

Baca juga: Keanekaragaman Indonesia Peringkat Pertama Pusat Biodiversitas Dunia

Mekanisme ini diadaptasi oleh manusia menjadi teknik remediasi lingkungan berbasis biologis atau yang biasa disebut bioremediasi, yang sudah banyak diterapkan untuk mengurangi berbagai polutan, seperti tumpahan minyak di laut, limbah organik industri, dan cemaran logam berat dari kegiatan penambangan.

Pada prinsipnya, bioremediasi bekerja dengan memanfaatkan mahluk hidup yang mampu secara biokimia mengurai atau menyerap atau mengubah senyawa polutan, sehingga menjadi senyawa yang tidak berbahaya atau mengurangi toksisitas senyawa tersebut.

Istilah bioremediasi lebih dikenal sebagai teknik remediasi lingkungan menggunakan bakteri, sementara untuk teknik remediasi menggunakan jamur lebih dikenal sebagai mikoremediasi, dan menggunakan tanaman dikenal sebagai fitoremediasi.

Cara kerja bioremediasi pun beragam, tergantung pada proses yang terjadi, semisal biostimulasi, yaitu dengan menambah nutrisi tertentu untuk mengoptimalkan proses penguraian senyawa oleh mikroba yang tersedia di alam; bioaugmentasi, yaitu dengan menambahkan agen bioremediasi, biasanya mikroba yang telah dimodifikasi secara genetik, untuk mempercepat penguraian polutan; dan biosorpsi, yaitu penyerapan senyawa oleh mikroba ataupun tanaman, yang pada akhirnya terakumulasi atau terkonversi menjadi senyawa lain melalui proses metabolisme alami.

Saat ini, bioremediasi telah berkembang menjadi teknologi yang menjanjikan seiring dengan semakin banyak mahluk hidup yang terungkap berpotensi sebagai agen bioremediator. Di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan Jepang, bioremediasi diperjualbelikan sebagai barang dan jasa.

Melihat kebutuhan pasar yang tinggi, dimana banyak industri yang tidak dapat mengolah limbah mereka sendiri, menjadikan bioremediasi sebagai komoditas jasa teknologi yang banyak dibutuhkan.

Baca juga: Keanekaragaman Hayati Tingkat Jenis: Pengertian dan Contoh

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com