Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Penentuan Awal Puasa dan Lebaran Kadang Berbeda?

Kompas.com - 19/04/2023, 18:34 WIB
The Conversation,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

Oleh: Hadza Min Fadhli Robby dan Zuliyan M. Rizky

PENENTUAN awal dan akhir bulan Ramadan setiap tahunnya hampir jadi perbincangan masyarakat Indonesia. Ramadan adalah bulan kesembilan dalam sistem penanggalan Hijriah (penanggalan Islam berdasarkan peredaran bulan terhadap Bumi).

Baca juga: Apa Itu Hilal yang Dijadikan Penentu Awal Bulan Puasa?

Bagi umat Islam, penentuan awal bulan Ramadan dan bulan Syawal cukup krusial. Sebab, hukum Islam mewajibkan ibadah puasa sejak 1 Ramadan (hari pertama puasa). Islam pun mengharamkan Muslim berpuasa pada 1 Syawal.

Syawal adalah bulan kesepuluh dalam kalender Islam setelah bulan suci Ramadhan. Hari pertama di bulan Syawal inilah yang kita rayakan sebagai Hari Raya Idulfitri.

Penentuan tanggal hari raya yang tepat dan akurat menjadi penting untuk memastikan ibadah sesuai dengan waktunya.

Selama ini, sebagian besar umat Muslim merujuk pada penentuan awal dan akhir Ramadan dari dua sumber mainstream, yakni pemerintah – yang diikuti oleh organisasi Nahdlatul Ulama (NU) – dan organisasi Muhammadiyah.

NU dan Muhammadiyah merupakan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia.

Keduanya hampir selalu menetapkan tanggal awal dan akhir Ramadan yang berbeda karena memiliki metode penentuan yang tidak sama.

Perbedaan metode: apa dan bagaimana

Secara umum, ada dua metode utama dalam menentukan hari raya Islam dan penanggalan Islam.

Metode pertama adalah metode Rukyatul Hilal atau singkatnya disebut Rukyat (penglihatan).

Dalam metode Rukyat, awal dan akhir bulan ditentukan pada penglihatan yang jelas terhadap bulan baru.

Baca juga: Mengenal Rukyat dan Hisab, Cara untuk Menentukan Hilal Idul Fitri

Metode Rukyat sudah diadopsi oleh pemuka Islam sejak awal mula peradaban Islam. Sebab, kemunculan bulan baru merupakan peristiwa alami dan dapat diamati secara langsung.

Beberapa hadis Nabi juga secara jelas mengarahkan umat untuk melakukan Rukyat. Misalnya: “berpuasalah ketika kamu melihat bulan baru (Ramadan), dan berbukalah/akhirilah bulan puasa ketika kamu melihat bulan baru (Syawal)”.

Landasan hadis ini diadopsi secara umum oleh banyak pemerintahan negara dengan penduduk mayoritas Muslim hingga hari ini.

Metode Rukyat dianggap lebih kuat bagi penganutnya karena bulan baru bisa dilihat dengan jelas dan sudah menjadi tradisi sejak era Nabi Muhammad. Ditambah adanya peralatan astronomi yang canggih saat ini, aktivitas Rukyat dapat berjalan dengan lebih baik.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com