TEORI konspirasi mencuat di tengah duka akibat musibah gempa bumi di Turkiye dan Suriah, seperti halnya saat gempa dan tsunami meluluhlantakkan Aceh pada 2004.
Baca juga: 10 Gempa Paling Mematikan di Abad Ke-21: Dari Aceh, Turkiye, sampai Yogyakarta
Bertebaran di media sosial, teori konspirasi atas gempa Turkiye dan Suriah pada 6 Februari 2023 itu menyebutkan bahwa gempa yang hingga Sabtu (18/2/2023) telah menewaskan lebih dari 46.000 orang itu dipicu oleh proyek penelitian Amerika Serikat.
Teori konspirasi kali ini menuding Program Penelitian Auroral Aktif Frekuensi Tinggi (HAARP) di balik musibah gempa di Turkiye dan Suriah yang oleh para seismolog memang dianggap tak biasa. HAARP dituduh sebagai biang bencana cuaca dan penyebar virus Covid-19.
Meski begitu, selama bertahun-tahun para ilmuwan telah membantah tudingan bahwa HAARP bertanggung jawab atas sejumlah bencana alam besar global.
Dalam beragam tudingan, HAARP disinggung sebagai program yang didukung Pemerintah Amerika Serikat untuk mempersenjatai atmosfer dan membantai populasi, menggunakan teknologi yang berbasis di Alaska dengan 180 antena radio di fasilitasnya.
Salah satu pemicu teori konspirasi di balik gempa Turkiye dan Suriah adalah kesaksian tentang kilatan cahaya saat bumi berguncang. Kilatan itu dituding merupakan efek dari teknologi HAARP. Isu ini dikaitkan dengan langkah politik Turkiye menolak anggota baru NATO.
"Ini sangat gila. Ini seperti menanyakan apakah gempa bumi disebabkan oleh Bugs Bunny yang menggali wortel," kata David Keith, profesor fisika terapan di Harvard School of Engineering and Applied Sciences, sebagaimana dikutip AFP pada Jumat (17/2/2023).
Menurut Keith, tidak ada mekanisme yang diketahui untuk peristiwa jarak jauh yang mengaitkan HAARP dan gempa bumi.
Cara kerja HAARP adalah mengirimkan gelombang radio untuk memanaskan elektron di ionosfer, lapisan atas atmosfer bumi, untuk mempelajari dampaknya terhadap sistem komunikasi.
"Gelombangnya tidak cukup besar untuk sampai ke Turkiye," kata Keith.
Terlebih lagi, gempa bumi merupakan peristiwa yang disebabkan oleh pergerakan kerak bumi. Para ahli pun menyatakan bahwa kilatan cahaya jamak terlihat selama gempa bumi terjadi.
Beragam teori muncul atas fenomena kilatan cahaya selama genpa. Dalam beberapa kasus, kilatan cahaya itu bersumber dari jaringan listrik atau pembangkit listrik yang terguncang gempa.
HAARP adalah fasilitas yang dijalankan oleh Angkatan Udara dan Angkatan Laut Amerika Serikat, sebelum pada 2015 diserahkan ke University of Alaska Fairbanks.
Michael Lockwood, profesor fisika lingkungan luar angkasa di University of Reading, menduga tudingan HAARP berada di balik gempa Turkiye dan Suriah serta digunakan sebagai senjata berasal dari penggunaan gelombang radio untuk komunikasi dengan kapal selam, praktik yang sudah usang selepas perang dingin usai.
Lockwood mengaku sudah pernah mendengar tudingan penggunaan HAARP untuk pengendalian pikiran massal. Namun, ujar dia, belum pernah sebelumnya dia mendengar HAARP bisa menghasilkan gempa bumi.