Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

84% Proyek Restorasi Karang Indonesia Tak Terpantau, Ada yang Hancur

Kompas.com - 11/06/2022, 16:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Tries Blandine Razak

EKOSISTEM terumbu karang Indonesia saat ini tak seperti yang selalu digembar-gemborkan, yakni terindah dan terluas di dunia. Di banyak lokasi, kerusakan terjadi begitu hebat hingga membuat ekosistem ini tampak seperti kuburan bawah laut – tanpa warna, sepi, kelam, dan mencekam.

Laporan Status Kesehatan Terumbu Karang tahun 2019 yang dirilis oleh Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan hanya 6.4% saja, dari 1153 terumbu yang disurvey, masih dalam kategori bagus sekali – alias memiliki tutupan karang hidup lebih dari 75%. Mayoritas terumbu (71%) justru hanya memiliki tutupan karang hidup kurang dari 50%.

Guna memperbaiki keadaan tersebut, banyak pihak melirik proyek restorasi terumbu karang sebagai ajang unjuk komitmen pelestarian laut.

Penelitian terbaru saya bersama tim yang terbit di jurnal Marine Policy menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan kegiatan restorasi terumbu karang terbanyak di dunia. Totalnya ada 533 proyek yang tersebar di 29 provinsi selama 30 tahun terakhir (1990-2020).

Baca juga: Studi: Lumba-lumba Gunakan Terumbu Karang untuk Obati Penyakit Kulit

Ratusan kegiatan ini telah menenggelamkan sekitar 120 ribu unit terumbu buatan dan 53 ribu rak transplantasi karang. Ada sekitar 1 juta potongan karang transplantasi yang ditempelkan pada unit-unit tersebut.

Sebagian besar (205 kegiatan) restorasi terumbu karang merupakan inisiatif pemerintah. Sementara sisanya merupakan bagian dari kegiatan perusahaan, universitas, dan lembaga swadaya masyarakat. Hampir semua kegiatan melibatkan masyarakat setempat.

Saya mengamati banyak penggagas kegiatan restorasi amat bangga dengan angka yang besar tersebut. Namun, di balik kebanggaan itu, studi kami justru menemukan ada tahapan vital yang justru terlupakan dalam ratusan proyek restorasi: monitoring atau pemantauan ulang.

Munasik dalam Prosiding Musyawarah Nasional Terumbu Karang II, Jakarta 2008 Kondisi terumbu buatan berbentuk kubah di Pulau Menjangan Besar, Kepulauan Karimunjawa. Terumbu ini ditenggelamkan pada 2001, sedangkan pemantauan dilakukan pada 2005

Melalui studi berbasis telaah ekstensif hasil riset dan pencarian media, saya dan tim menemukan pemonitoran hanya berjalan di 85 dari total 533 proyek (16%). Sisanya merupakan kegiatan one-offs alias sekali jalan.

Tanpa pemantauan ulang, bagaimana kita bisa menakar kesuksesan program restorasi?

Haifa Herfauzia Jasmin Rak transplantasi dan beton terumbu yang terbengkalai di perairan di utara Pulau Jawa

Saya mendapati di sejumlah perairan, sejumlah beton terumbu ini teronggok begitu saja di dasar laut, tanpa dihampiri larva-larva karang. Ada juga beton yang hancur berantakan karena material beton dan besi yang tak berkualitas. Kondisi tersebut akhirnya justru menambah suram penampilan kuburan-kuburan karang di bawah laut.

Mengapa proyek restorasi bisa gagal?

Upaya restorasi terumbu karang biasanya dilakukan dengan metode restorasi aktif. Caranya dengan menenggelamkan terumbu buatan (biasanya dari beton atau pipa-pipa baja berstruktur) dengan ragam bentuk tiga dimensi (3D) yang menyerupai ekosistem aslinya.

Setelah terumbu tenggelam, praktisi restorasi umumnya menempelkan potongan-potongan cabang karang sehat. Teknik ini disebut juga transplantasi karang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com