Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

84% Proyek Restorasi Karang Indonesia Tak Terpantau, Ada yang Hancur

Kompas.com - 11/06/2022, 16:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Selain transplantasi, ada juga restorasi yang mengandalkan larva karang hasil reproduksi alami untuk menempel pada permukaan terumbu buatan.

Meski demikian, upaya restorasi tidak semudah menanam keladi di taman belakang rumah.

Dalam menanam tanaman di tanah, informasi untuk mengoptimalkan penanaman tanaman di medium tanah sudah lama berkembang dan terpetakan dengan baik. Informasi itu menghasilkan banyak rekayasa terkait kelembaban tanah, pemberian pupuk, intensitas cahaya matahari, dan sebagainya.

Sebaliknya, belum ada informasi sejenis untuk memastikan kesuksesan upaya menumbuhkan karang di dasar perairan laut. Hampir semua faktor alam di laut seperti arus laut, intensitas sinar matahari, suhu, ataupun salinitas, tidak bisa diatur maupun direkayasa.

Baca juga: Segitiga Terumbu Karang di Kepulauan Raja Ampat, Amazon of Ocean Terancam Hilang

Selain itu, laut sebagai suatu kesatuan alam yang sangat luas memiliki variasi spesifik per lokasi yang sulit ditentukan. Misalnya, kita sering menemui suatu teluk dengan keanekaragaman hayati terumbu karang yang tinggi.

Namun di teluk lainnya yang tak jauh dari teluk tadi, kita tak menemui satu pun terumbu karang. Ini bisa terjadi karena pergerakan arus, nutrisi air laut, atau ketersediaan larva karang yang berbeda.

Karena itulah, beberapa hewan karang dari jenis yang sama bisa jadi membutuhkan spesifikasi lingkungan yang berbeda karena mereka hidup di kondisi perairan yang tak sama.

Selain faktor kondisi laut, teknik restorasi karang juga turut menentukan hasil kegiatan. Misalnya, di Pulau Menjangan, Kepulauan Karimunjawa, terumbu buatan diduga langsung ditenggelamkan dari kapal – tanpa diarahkan oleh penyelam.

Akhirnya, alih-alih berhasil memulihkan ekosistem terumbu karang, cara itu justru merusak komunitas karang di kawasan tersebut.

Koordinasi yang perlu ditingkatkan

Para praktisi restorasi terumbu karang berusaha memberikan masukan-masukan guna perbaikan praktik restorasi di tanah air. Misalnya, oganisasi nirlaba Coral Triangle Centre (CTC) menggagas Indonesia Coral Reef Restoration Task Force di Bali. Ada juga School of Coral Reef Restorations (SCORES) yang diinisiasi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University.

Forum-forum ini menjadi sarana berbagi informasi seputar kegiatan restorasi terumbu karang dari para praktisi di berbagai lapisan seperti pemerintah, akademisi, perusahaan dan masyarakat lokal.

Harapannya, ilmu dan informasi yang sudah berjalan di lapangan dapat menjadi pembelajaran dan masukan bagi pihak-pihak yang ingin melakukan kegiatan restorasi, sehingga tujuan utama restorasi terumbu karang, yaitu menumbuhkan kembali ekosistem yang telah rusak, bisa benar-benar tercapai.

Ada beberapa rekomendasi dari lapangan yang dapat mendukung suksesnya program restorasi dan kembalinya ekosistem terumbu karang. Misalnya, salah satu kunci sukses restorasi adalah pelibatan dan peran aktif masyarakat lokal (contohnya kasus dari Gili Trawangan, Lombok). Anggaran restorasi juga harus meliputi dana perawatan dan pemantauan (contohnya kasus dari Kapoposang, Sulawesi Selatan, dan Raja Ampat, Papua).

Wadah kolaborasi ini perlu dibentuk secara formal antara pemerintah, akademisi, dan praktisi restorasi. Harapannya, kebijakan pengelolaan dan restorasi terumbu karang benar-benar melibatkan hasil temuan ilmiah dan pengalaman di lapangan.

Baca juga: Kepulauan Raja Ampat sebagai Jantung Segitiga Terumbu Karang Dunia, Apa Fungsinya?

Proyek-proyek restorasi semestinya pun tak mengandalkan jasa-jasa konsultan yang memandang restorasi sebagai pemenuhan kriteria teknis semata, tanpa memedulikan kaidah-kaidah bioekologi terumbu karang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com