Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Kasus Covid-19 Tinggi, Bagaimana "Hospital" Menjadi "Home-spital"

Kompas.com - 26/02/2022, 20:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: William William

LONJAKAN drastis kasus Covid-19 akibat varian Omicron dalam sebulan terakhir di Indonesia, sempat mencapai hampir 65 ribu kasus pada 16 Februari 2022, menyebabkan angka keterisian rumah sakit (bed occupancy rate) kembali meningkat.

Di Jakarta, keterisian rumah sakit sempat mencapai 61%, sedangkan di level nasional telah menyentuh angka 38%. Kini kenaikan kasus merambat di sejumlah kota di luar Jakarta.

Ini suatu kondisi yang dapat dikatakan bahwa “Indonesia sedang tidak baik-baik saja”. Tingginya bed occupancy rate (BOR) di seluruh fasilitas kesehatan mau tidak mau membuat tenaga kesehatan harus memutar otak dan memilah pasien mana yang perlu diprioritaskan untuk mendapat perawatan secara langsung.

Selama lonjakan kasus, rumah sakit (hospital) tidak lagi menjadi satu-satunya tempat untuk merawat pasien terkonfirmasi positif Covid-19. Rumah-rumah masyarakat juga difungsikan layaknya rumah sakit (home-spital).

Baca juga: Simak, Syarat Isolasi Mandiri dan Panduan Perawatan Pasien Covid-19 di Rumah

Beberapa riset di Amerika Serikat dan Cina menyimpulkan berobat dari rumah dengan fasilitas telemedicine dapat membantu tenaga medis mengidentifikasi perjalanan penyakit pasien serta menentukan waktu pengobatan yang tepat.

Bagaimana masa depan rumah sakit konvensional?

“Home-spital” sebagai alternatif

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Kementerian Kesehatan Indonesia telah mengeluarkan klasifikasi pasien Covid-19 berdasarkan berat-ringannya gejala. Mereka merekomendasikan orang tanpa gejala atau yang bergejala ringan melakukan isolasi mandiri di rumah.

Salah satu tujuan terbitnya rekomendasi ini adalah agar fasilitas kesehatan tidak kolaps saat kasus Covid-19 meledak. Berbagai dampak pun muncul akibat diterapkannya kebijakan ini.

Sejak awal pandemi, dan secara khusus saat menghadapi gelombang kedua (Juni-Juli tahun lalu) dan gelombang ketiga saat ini, pemerintah mengimbau masyarakat yang positif Covid-19 tanpa gejala atau dengan gejala ringan agar mengakses bantuan medis dari rumah saja melalui layanan telemedicine.

Perlahan tapi pasti, rumah pribadi menjelma sebagai perpanjangan tangan rumah sakit dalam menangani pasien. Beberapa tahun lalu mungkin masih asing bagi masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan di rumah. Namun, saat ini pandangan tersebut telah berubah 180 derajat karena ditunjang dengan pesatnya perkembangan teknologi.

Rangkaian prosedur pengobatan yang dimulai dari pendaftaran, tanya-jawab keluhan, penegakkan diagnosis, hingga pemberian obat maupun vaksin saat ini bisa dilakukan tanpa beranjak ke luar rumah.

Baca juga: 2 Pemeriksaan yang Harus Dilakukan Setelah Isolasi Mandiri, Apa Saja?

Beberapa data dasar seperti berat dan tinggi badan, tekanan darah, suhu tubuh, hingga saturasi oksigen dalam darah bahkan dapat diperiksa dan dilaporkan pasien secara mandiri. Kalaupun diperlukan kehadiran sosok profesional, tenaga kesehatan bisa “jemput bola” dengan mengunjungi rumah pasien untuk melakukan beberapa tindakan seperti merawat luka, mengambil sampel darah, memasang infus, serta menyuntikkan obat atau vaksin.

Pemerintah bekerja sama dengan swasta

Guna memperlancar kebijakan berobat dari rumah, awal Juli 2021 Kementerian Kesehatan menjalin kerja sama dengan sebelas platform bidang telemedicine untuk melayani pasien isolasi mandiri.

Kerja sama ini juga didukung oleh PT Kimia Farma yang menyediakan beberapa jenis obat gratis dan dapat diantar ke rumah pasien masing-masing. Fleksibilitas menjadi keunggulan utama yang tidak dapat dielakkan sehingga model “home-spital” menjadi semakin banyak dianut oleh masyarakat luas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com