Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Iklim Bisa Sebabkan Krisis Air Bersih di Indonesia, Ini Penjelasan BMKG

Kompas.com - 23/02/2022, 18:03 WIB
Mela Arnani,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan dampak serius perubahan iklim terhadap ketersediaan air bersih di Indonesia.

Perubahan pola curah hujan, kenaikan suhu, kenaikan muka air, dan kejadian iklim ekstrem akan menyebabkan krisis air bersih apabila perubahan iklim tidak ditangani secara serius.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjabarkan, hasil kajian dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan, dampak perubahan iklim juga berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi hingga Rp 544 triliun selama 2020-2024, jika intervensi kebijakan tidak dilakukan atau business as usual.

“Secara ekonomi, kerugian sektor air yang dapat dikurangi dengan upaya adaptasi maksimal sebesar Rp 17,77 T selama periode 2020-2024,” kata Dwikorita melalui keterangan tertulis yang dikutip Kompas.com, Rabu (23/2/2022).

Baca juga: Akibat Perubahan Iklim, Tanaman Berbunga di Antartika Alami Ledakan Pertumbuhan

Dwikorita menyampaikan, krisis air bersih terjadi akibat tingginya kebutuhan air baku, terutama di kawasan perkotaan dan padat penduduk.

Sedangkan, perubahan iklim mengakibatkan kekeringan dan pencemaran air yang memengaruhi ketersediaan air bersih yang dibutuhkan masyarakat untuk air minum dan sanitasi.

Adapun dalam Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 yang dikeluarkan Kementerian PPN/Bappenas, kelangkaan air di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara diperkirakan meningkat hingga 2030. Proporsi luas wilayah krisis air meningkat dari 6 persen di tahun 2000 menjadi 9,6 persen di tahun 2045.

"Air tidak hanya dibutuhkan untuk rumah tangga, namun juga industri dan pertanian. Karena permintaannya lebih besar dari ketersediaan, maka krisis air pun terjadi. Penurunan tidak hanya dari sisi kuantitas, namun juga kualitas air yang selanjutnya berpengaruh terhadap kesehatan," papar Dwikorita.

Kenaikan suhu udara

Dwikorita menambahkan, tren kenaikan suhu udara di Indonesia terjadi di sebagian besar wilayah.

Berdasarkan data observasi BMKG (1981-2020) menunjukkan, tren positif dengan besaran yang bervariasi dengan nilai sekitar 0,03 derajat celcius setiap tahunnya, sehingga dalam 30 tahun estimasi kenaikan suhu udara akan bertambah sebesar 0,9 derajat celcius.

Untuk wilayah Indonesia secara keseluruhan, lanjut dia, tahun 2016 merupakan tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0,8 derajat celcius sepanjang periode pengamatan 1981 hingga 2020.

Adapun tahun 2021, menempati urutan ke-8 tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0,4 derajat celcius, sedangkan tahun 2020 dan 2019 berada di peringkat kedua dan ketiga dengan nilai anomali sebesar 0,7 derajat celcius dan 0,6 derajat celcius.

"Perlu juga diwaspadai terkait ancaman bencana hidrometeorologi. Selain intensitas hujan yang semakin meningkat akibat perubahan iklim, juga kejadian curah hujan ekstrem diprediksi makin sering dengan durasi yang semakin lama, yang memicu terjadinya bencana hidrometeorologi," tutur Dwikorita.

"Bencana hidrometeorologi ini mencapai 98 persen dari kejadian bencana yang terjadi di Indonesia. Realitas tersebut perlu diantisipasi dengan aksi nyata bersama seluruh elemen masyarakat, tidak hanya pemerintah," jelasnya.

Baca juga: Efek Perubahan Iklim pada 5 Hewan, dari Beruang Kutub sampai Burung Amazon

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com