Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kanker Paru Penyebab Kematian Nomor 1 di Indonesia, Ini 3 Rekomendasi IPKP untuk Penanganannya

Kompas.com - 24/11/2021, 10:05 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kanker paru masih menjadi penyebab nomor satu kematian paling banyak pada pasien sakit kanker.

Berdasarkan data Globocan 2020, kematian karena kanker paru di Indonesia meningkat sebesar 18 persen menjadi 30.843 orang dengan kasus baru mencapai 34.783 kasus.

Angka tersebut membuat kematian akibat kanker paru, baik di Indonesia maupun di dunia menempati urutam pertama di antara semua jenis kanker.

Baca juga: Berisiko Sebabkan Kematian, Ketahui Beda Gejala Kanker Paru dan Covid-19

Hal ini mengkhawatirkan, terlebih jika tidak segera ditangani dengan baik dan bijak dalam kebijakan yang berlaku.

Dalam rangka memperingati Bulan Kesadaran Kanker Paru, Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) mengadakan webinar bertajuk #LungTalk: Urgensi Pasien Kanker Paru Terhadap Akses Pengobatan Inovatif, Selasa (23/11/2021) untuk menyampaikan beberapa rekomendasi dalam penanganan kanker paru di Indonesia.

1. Kanker paru harus jadi prioritas nasional

Koordinator Cancer Information and Support Center (CISC), Megawati Tanto mengatakan, kanker paru ini penyebab kematian tertinggi di dunia, termasuk di negara kita sendiri.

Prevalensi kasus baru dan kematian akibat kanker paru juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Ditambah lagi, pasien yang mengidap kanker paru membutuhkan pengobatan selama hidup atau berkelanjutan, tidak hanya sekali terapi atau minum obat saja.

Sehingga, kata Megawati, sebagai rekomendasi pertama yang disampaikan dalam diskusi tersebut yakni penyakit kanker paru bisa menjadi prioritas nasional.

"Penyintas kanker paru berharap agar kanker yang paling mematikan ini menjadi prioritas nasional," ujarnya.

Hal ini dikarenakan, kesehatan adalah hak asasi manusia dan penyintas kanker paru berhak mendapatkan pengobatan yang paling sesuai tipe kanker paru yang dialami penyintass.

Di samping itu, dibutuhkan juga peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) khususnya di layanan primer terkait protokol deteksi dini dan membuka akases penyintas terhadap skrining tumor pada paru.

Serta, penting sekali untuk menggencarkan edukasi yang berkesinambungan tentang gejala dan pengendalian faktor risiko.

Yannes Solihin sebagai penyintas kanker paru menyampaikan, sebagai penyintas kanker paru dengan subtipe EGFR negatif, ia telah melewati suka dan duka saat menjalani prosedur diagnosis dan pengobatan selama ini. 

"Sampai saat ini, saya melihat masih banyak ketidakmerataan akses pengobatan kanker paru untuk penyintas yang berjuang dalam kesakitannya," ujarnya dalam kesempatan yang sama.

"Dengan adanya kegiatan ini, semoga aspirasi dari kami para penyintas kanker paru dapat membuat semakin banyak pihak memberikan perhatian lebih terhadap situasi kanker paru di Indonesia, terutama dalam hal kemudahan penyintas kanker untuk mengakses pengobatan yang tepat untuk diagnosis dan pengobatan," imbuhnya.

Baca juga: Mitos atau Fakta, Perokok Pasif Juga Berisiko Terkena Kanker Paru

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com