KOMPAS.com - Berat badan berlebih memang meningkatkan risiko munculnya berbagai penyakit, mulai dari diabetes tipe 2 hingga penyakit jantung.
Namun, menurunkan berat badan dengan cara yang salah, seperti menjalani diet ekstrem, juga bisa menyebabkan masalah kesehatan.
Membatasi asupan kalori secara drastis atau menghindari kelompok makanan tertentu, kemungkinan tidak ditanggapi secara positif oleh tubuh.
Baca juga: Selain Berat Badan, Ini Parameter Lain yang Menentukan Sukses Tidaknya Penurunan Berat Badan
Ahli gizi sekaligus filsuf DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum menjelaskan, diet bisa dikatakan ekstrem dilihat dari dua hal. Pertama secara kuantitas, kalori dipotong habis, bahkan kurang dari basal metabolic rate – kebutuhan minimal energi yang diperlukan tubuh.
Kedua secara kualitas, yaitu jenis makanan yang dimakan terbatas. Cenderung menghindari kelompok makanan tertentu,
“Bisa dikategorikan ekstrem, jika pakai kata ‘doang’. Misalnya, sarapan makan buah doang. Makan siang dan makan malam protein doang. Padahal, tubuh membutuhkan makronutrien seimbang, baik karbohidrat, protein, dan lemak,” kata dr. Tan saat dihubungi Kompas.com, Kamis (4/3/2021).
Pola makan atau diet yang buruk dapat memengaruhi sel-sel kekebalan tubuh, yang seharusnya bertugas melindungi tubuh dari kuman, virus, dan ‘penyerang’ lainnya yang masuk ke dalam tubuh.
Menurut dr. Tan, proses pembentukan antibodi terganggu, akibat asupan bahan bakunya juga terganggu.
“Apalagi kalau menjalani diet ekstrem rendah kalori, ibarat buat berdiri tegak saja enggak bisa, bagaimana tubuh bisa bikin antibodi,” ujar dokter yang juga penulis buku Nasehat Buat Sehat ini.
Baca juga: Berapa Penurunan Berat Badan yang Ideal dalam Sebulan?