Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Resor Mewah di Sumba Tengah Diduga Langgar Garis Sempadan Pantai

Kompas.com - 16/09/2022, 19:52 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KUPANG, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nusa Tenggara Timur (NTT) menduga resor mewah bernama Konda Maloba Abadi di Sumba Tengah, melanggar garis sempadan pantai.

Resor berlokasi di Pantai Lima Bidadari atau Pantai Aili. Belakangan diketahui pemiliknya adalah Brush Carpenter, investor berkewarganegaraan Amerika Serikat.

Fasilitas akomodasi yang mulai dibangun pada Maret 2021 itu adalah yang pertama di Sumba Tengah bagian Selatan.

Dari hasil penelusuran, Konda Maloba Abadi berdiri persis di bibir pantai Lima Bidadari. Jarak bangunan resor bahkan kurang dari 100 meter dari bibir pantai.

Baca juga: Dirancang 25 Kilometer, Pembangunan Akses Tanamori Tembus 42,25 Persen

Konda Maloba Abadi juga diduga melakukan privatisasi pantai menyusul video seorang pemancing yang dilarang masuk ke Pantai Aili.

Kasus itu sempat menjadi sorotan warganet melalui tagar #PantaiMilikPublik di media sosial Twitter. Tagar tersebut sempat menjadi trending topic pada Juli-Agustus 2022 lalu.

Direktur Eksekutif Daerah Walhi NTT Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi mengatakan, privatisasi sempadan pantai adalah praktik pembangkangan terhadap peraturan.

"Ini menunjukkan potret lemahnya pemerintah di depan para pemodal," katanya kepada Kompas.com, Jumat (16/9/2022).


Umbu pun mengungkapkan temuannha, lebih dari 90 persen investasi pariwisata di kawasan pesisir NTT menabrak aturan sempadan pantai.

Beberapa lokasi tersebut antara lain di Labuan Bajo, Sumba, Kota Kupang.

Oleh karena itu, Umbu mendesak pemerintah segera menindak Konda Maloba Abadi.

"Pemerintah harus menegakkan aturan. Ini bentuk pengabaian pemerintah soal keadilan ruang penghidupan rakyat dan keadilan antar generasi," tegasnya.

Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Walhi Parid Ridwanuddin mengatakan hal senada, bahwa privatisasi pantai dan pelanggaran sempadan oleh akomodasi pariwisata di Sumba sudah berlangsung lama.

Parid menyebut salah satu hotel yang melarang nelayan sekitar melintasi perairan dekat hotel tersebut.

“Itu terjadi tahun 2017 silam. Artinya, bukan hanya sempadan pantai, perairannya pun sudah diklaim sebagai bagian dari wilayah pariwisata mereka," ungkapnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com