Gara-gara Evergrande Ngemplang Utang, Pengusaha Cleaning Service Ini Jual Rumah Mewah

JAKARTA, KOMPAS.com -  Krisis yang melanda raksasa properti China, Evergrande, tak hanya berdampak buruk pada kelangsungan perusahaan, juga para investor.

Salah satu investor yang merasakan dampaknya adalah Guo Hui. Ia merupakan pemilik bisnis kebersihan bernama Feiyun.

Seperti dikutip dari Reuters, utang Evergrande pada Guo adalah sebesar 3,1 juta dolar AS atau setara Rp 44,3 miliar.

Sebagai investor, Guo tentu khawatir bila utangnya tidak dikembalikan apalagi Evergrande di ambang kebangkrutan.

Baca juga: Punya Utang Segunung, China Evergrande Disatroni Puluhan Investor

Karena keadaan ekonomi yang susah, Guo bahkan telah menjual kendaraan mewahnya, Porsche Cayenne, serta menjual apartemen untuk mendapatkan dana demi membayar utang usaha dan upah karyawan.

"Kami telah meminta Evergrande bertanggung jawab tetapi mereka mengatakan mereka tidak punya uang dan tidak tahu kapan bisa menyelesaikan pembayaran," kata Guo.

Lelaki berusia 50 tahun ini telah mendirikan bisnisnya lebih dari dua dekade lalu. Seperti banyak wirausahawan, ia berharap bisa mendapatkan keuntungan besar seiring dengan kebangkitan ekonomi China.

Guo mengaku telah menjalin kerja sama dengan Evergrande sejak tahun 2017. Perusahan miliknya menyediakan layanan pembersihan dan perbaikan untuk apartemen Evergrande di provinsi Guangdong, sebelum diperlihatkan kepada calon pembeli.

Ia memiliki sekitar 100 staf tetap dan menggunakan 700 hingga 800 orang staf kontrak, tergantung pada dari permintaan pembersihan.

Baca juga: Raksasa Properti Evergrande Terlilit Utang, Ini Sektor yang Terkena Getahnya

"Terus terang, Evergrande benar-benar berhutang uang kepada migran biasa yang bekerja keras untuk itu," kata Guo.

Namun Guo tetap optimistis masih ada jalan keluar dan menunggu Evergrande menyelesaikan ini dan berharap ada campur tangan dari pemerintah.

Sebagai informasi, besar utang Evergrande sendiri dikabarkan sebesar 305 miliar dolar AS (Rp 4.346 triliun).

Bila tak dibayarkan, diprediksi dapat memicu ketidakstabilan sistem keuangan negara.