Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggapan BPN atas Tantangan KPA untuk Membuka Data HGU Telantar

Kompas.com - 18/02/2021, 14:30 WIB
Ardiansyah Fadli,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menantang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk membuka data Hak Guna Usaha (HGU) kepada publik.

Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengungkapkan, terdapat lebih dari satu juta hektar tanah HGU telantar di Indonesia.

Dia menilai hingga saat ini Kementerian ATR/BPN masih bersikap tertutup terhadap data HGU telantar tersebut yang mestinya menjadi hak publik.

Menanggapi hal itu, Juru Bicara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Teuku Taufiqulhadi mengatakan, mengelola negara tidak sama dengan mengelola Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Baca juga: KPA Tantang BPN Buka Informasi Pertanahan ke Publik

"Mengelola negara yang tujuan akhirnya mencapai cita-cita negara agar rakyat aman dan sejahtera, tidak sama dengan mengelola LSM," kata Teuku Taufiqulhadi dalam keterangan  yang diterima Kompas.com, Kamis (18/2/2021).

Menurutnya, membuka data HGU bukanlah langkah taktis yang dapat dilakukan saat ini, terutama di tengah pandemi Covid-19 yang belum usai.

"Karena itu, saat ini seperti membeberkan siapa saja pemilik HGU dan berapa luas HGU yang dikuasai, bukanlah langkah taktis," tegasnya.

Taufiqulhadi meyakini bahwa dengan dibukanya data HGU ini pun belum menjamin bahwa segala sesuatunya, terutama masalah pertanahan di Indonesia akan lebih baik.

Baca juga: Kepolisian Akui Sulit Mengungkap Kasus Mafia Tanah

Karenanya, lanjut Taufiqulhadi, jauh lebih penting bagi Pemerintah untuk dapat mengelola semua kepentingan secara hati-hati saat ini.

"Lebih-lebih pada masa pandemi Covid-19 ini yang menyebabkan investasi sedikit agak langka, maka segala sesuatu harus dilakukan negara agar iklim investasi tetap terjaga," tutur dia.

Namun demikian, Taufiqulhadi menegaskan, bukan berarti pemerintah tinggal diam.

Ada dua hal penting yang terus dimatangkan dan diupayakan agar masalah sengkarut pertanahan ini dapat selesai.

Pertama, menindaklanjuti kebijakan pembentukan Bank Tanah sesuai dengan yang tertera dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 

Baca juga: Sofyan Bakal Libatkan PPAT Berantas Mafia Tanah

"Dalam UU Cipta Kerja, disetujui pembentukan Bank Tanah. Dengan Bank Tanah, negara akan lebih powerful. Dan dengan itu, jika ada tanah telantar maka dengan segera negara dapat mengambil-alih untuk dikuasai kembali oleh negara," jelas Taufiqulhadi.

"Sebelum ini, banyak HGU telantar tapi tidak bisa dengan cepat dikuasai negara," sambungnya.

Kedua, Pemerintah terus mendorong percepatan penerapan program sertifikat tanah elektronik.

Sertifkat tanah elektronik ini merupakan upaya untuk menghindari praktik mafia tanah dan memberi keamanan data kepemilikan tanah.

"Dengan sertifikat elektronik, hak atas tanah akan kian tertib," tuntas Taufiqulhadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com