Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Malaysia dan Indonesia Cari Teman untuk Lawan UU Deforestasi Uni Eropa

Kompas.com - 30/11/2023, 08:17 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Penulis: David Hutt/DW Indonesia

KUALA LUMPUR, KOMPAS.com- Malaysia dan Indonesia ingin mengajak negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk memihak mereka di tengah perselisihan yang sedang berlangsung dengan Uni Eropa (UE) tentang aturan lingkungan hidup dan deforestasi yang akan berlaku pada akhir 2024.

Malaysia dan Indonesia khawatir peraturan tersebut akan berdampak buruk terhadap ekspor pertanian mereka ke UE.

PM Malaysia Anwar Ibrahim mengatakan awal bulan ini, PM Thailand Srettha Thavisin "telah memberi saya jaminan bahwa Thailand akan ikut serta untuk bekerja sama dengan Malaysia dan Indonesia, dan semoga negara-negara lain."

Baca juga: Buntut Larangan Uni Eropa, China Lirik Sawit Indonesia dan Malaysia

Indonesia dan Malaysia, yang bersama-sama menyumbang sekitar 85 persen produksi minyak sawit global, berpendapat bahwa Peraturan Bebas Deforestasi UE bersifat diskriminatif dan memberikan hukuman yang tidak adil kepada petani skala kecil, yang akan kesulitan memenuhi tuntutan birokrasi yang ditetapkan oleh Brussels.

Malaysia dan Indonesia telah secara independen mengajukan pengaduan ke Organisasi Perdagangan Dunia, WTO.

Apa peraturan deforestasi UE yang baru?

Peraturan UE akan melarang impor sapi, kakao, kopi, minyak sawit, karet, kedelai, dan barang-barang kayu jika barang-barang tersebut diproduksi di lahan yang diketahui mengalami deforestasi setelah 31 Desember 2020.

Aturan UE itu akan menuntut produsen membuktikan bahwa produk mereka tidak ditanam di lahan yang mengalami deforestasi.

Berdasarkan arahan UE yang baru, perusahaan lokal harus menyediakan pemetaan ekstensif atas seluruh rantai pasokan mereka, termasuk data geolokasi.

Meskipun Jakarta menuduh Brussels melakukan "imperialisme peraturan” dan Malaysia mengeluhkan "apartheid pertanian”, negara-negara Asia Tenggara lainnya mengambil pendekatan yang lebih diplomatis dan berupaya memahami arahan UE melalui diskusi tatap muka dengan para pejabat UE.

Menurut ketentuan UE, mekanisme kepatuhan ini akan diwajibkan bagi perusahaan besar mulai Desember 2024, dan beberapa bulan kemudian bagi perusahaan kecil.

"Masalah persepsi sangat penting. Jika niat UE dianggap tidak sah, kebijakan mungkin akan ditanggapi dengan skeptisisme, dipandang sebagai imperialisme peraturan atau proteksionisme terselubung," kata Bernd Lange, ketua Komite Perdagangan Internasional di Parlemen Eropa.

Baca juga: Malaysia Tingkatkan Ekspor Minyak Sawit ke China 500.000 Ton Per Tahun

Akankah Thailand dukung protes Indonesia-Malaysia?

Thailand adalah produsen minyak sawit terbesar ketiga di dunia, setelah Indonesia dan Malaysia.

Negara ini juga merupakan pengekspor produk lain yang signifikan, seperti kayu, coklat dan karet, yang akan terkena dampak peraturan baru UE.

Thailand juga merupakan produsen karet terbesar dunia, dan ekspor barang-barang tersebut ke UE bernilai 1,5 miliar euro (Rp 25,42 triliun) tahun lalu, menurut data pemerintah.

Halaman:

Terkini Lainnya

PM Slovakia Jalani Operasi Baru, Kondisinya Masih Cukup Serius

PM Slovakia Jalani Operasi Baru, Kondisinya Masih Cukup Serius

Global
Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Global
13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

Global
Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Global
Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Global
Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Internasional
Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Global
Siapa 'Si Lalat' Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Siapa "Si Lalat" Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Internasional
Tekno-Nasionalisme Xi Jinping dan Dampaknya pada Industri Global

Tekno-Nasionalisme Xi Jinping dan Dampaknya pada Industri Global

Global
2 Polisi Malaysia Tewas Ditembak dan Diserang, Pelaku Disebut Terafiliasi Jemaah Islamiyah

2 Polisi Malaysia Tewas Ditembak dan Diserang, Pelaku Disebut Terafiliasi Jemaah Islamiyah

Global
AS Sebut Dermaga Terapungnya Mulai Dipakai untuk Kirim Bantuan ke Gaza

AS Sebut Dermaga Terapungnya Mulai Dipakai untuk Kirim Bantuan ke Gaza

Global
Suara Tembakan di Dekat Kedutaan Israel, Polisi Swedia Menahan Beberapa Orang

Suara Tembakan di Dekat Kedutaan Israel, Polisi Swedia Menahan Beberapa Orang

Global
Kharkiv Jadi Kota Kedua Ukraina yang Sering Diserang Drone Rusia

Kharkiv Jadi Kota Kedua Ukraina yang Sering Diserang Drone Rusia

Global
China Disebut Berencana Kembangkan Reaktor Nuklir Terapung di Laut China Selatan

China Disebut Berencana Kembangkan Reaktor Nuklir Terapung di Laut China Selatan

Global
Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Pemungutan Suara di Paris Bikin Pulau Milik Perancis di Pasifik Mencekam, Mengapa?

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com