Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Hamas Mengeksploitasi Celah Geopolitik Timur Tengah

Kompas.com - 10/10/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KAWASAN Timur Tengah kembali memanas seiring dengan serangan mendadak kelompok bersenjata Hamas, Palestina, ke Israel dekat perbatasan Gaza pada Sabtu (7/10/2023).

Serangan tersebut diklaim oleh Hamas sebagai langkah agresif sekaligus strategis dalam upaya merebut kembali Tanah Air warga Palestina dari pendudukan Israel.

Kelompok Bersenjata Palestina, Hamas, memulai serangan dadakan dan masif ke Israel sejak Sabtu, 7 Oktober 2023 dini hari.

Tidak kurang dari 5.000 roket diluncurkan selama 20 menit ke beberapa kota utama di Israel, terutama Jerusalem dan Tel Aviv, sebagaimana diklaim sendiri oleh Hamas.

Kemudian diikuti beberapa lusin pasukan Hamas yang mulai berhasil menerobos memasuki teritori Israel di perbatasan Jalur Gaza.

Dikabarkan, kelompok bersenjata Hamas menyerbu 22 lokasi di luar Jalur Gaza, termasuk kota-kota dan komunitas lain sejauh 24 kilometer dari perbatasan Gaza.

Karena jumlah roket yang diluncurkan terbilang sangat besar, tak terelakkan sebagian akhirnya berhasil menembus sistem pertahanan Israel, "Iron Dome", lalu menghancurkan beberapa gedung dan menyasar beberapa lokasi pemukiman penduduk.

Keadaan mulai bertambah kacau karena banyak warga sipil yang terlibat dalam baku tembak langsung dengan anggota Hamas yang berhasil masuk ke teritori Israel.

Bahkan Hamas sebelumnya sempat merilis gambar beberapa warga Israel yang disandera. Juru Bicara Pasukan Pertahanan Israel, Daniel Hagari, membenarkan bahwa "ada tentara dan warga sipil yang diculik".

Hamas memberi nama operasi tersebut Operasi Badai al-Aqsa. Sampai Senin pagi, 9 Oktober 2023, operasi yang dilancarkan Hamas tersebut dikabarkan telah menewaskan lebih dari 700 orang di Israel.

Total korban sekitar 1.100 untuk kedua belah pihak. Lebih dari 100 orang lainnya juga dikabarkan diculik, sebagaimana dilaporkan oleh Times of Israel, Senin (9/10/2023), dengan mengutip sumber dari beberapa pejabat pemerintah setempat.

Sementara itu, menanggapi serangan tersebut, Pemerintah Israel secara resmi menyatakan perang pada Minggu ( 8/10/2023), dan memberikan lampu hijau atas langkah-langkah militer masif dan signifikan untuk membalas serangan dadakan Hamas tersebut.

Lebih dari itu, Israel juga segera memutus pasokan listrik, air, dan barang ke Jalur Gaza, yang membuat daerah tersebut gelap gulita pada malam hari.

Sebagai aliansi strategis Israel, Amerika Serikat pun tidak tinggal diam. Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dikabarkan telah memerintahkan kapal-kapal militer dan pesawat tempurnya untuk dikirim segera ke Israel.

Armada itu dikerahkan guna membantu Israel menghadapi serangan dadakan Hamas Palestina.

Sebagaimana dilansir AFP, Senin (9/10/2023), Pentagon mengirim kapal pembawa pesawat (aircraft carrier), yang biasa disebut kapal induk, yakni USS Gerald R. Ford, berikut pesawat tempur-pesawat tempurnya.

Bersamaan dengan itu, AS juga memperkuat skuadron jet tempurnya di kawasan Mediterania timur.

Serangan Hamas kali ini sangat mengagetkan Israel. Gaya dan strategi serangannya mirip dengan Perang Yom Kippur 1973, di mana Mesir dan Suriah berhasil melakukan orkestrasi serangan dadakan ke Israel di salah satu hari paling suci di Israel, yakni Yom Kippur.

Perang Yom Kippur adalah perang pembalasan Mesir dan Suriah atas kekalahan telak mereka atas serangan udara dadakan Israel tahun 1967 atau yang dikenal dengan "The Six Days War".

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com