Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebocoran Data dan Alat Pencarian Ungkap Kondisi Etnis Uighur

Kompas.com - 24/02/2023, 19:16 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Pada Mei 2022, sebuah cache file dan foto yang bocor dari database resmi yang diretas di wilayah Xinjiang, barat laut China, memberikan informasi baru tentang pelanggaran hak asasi manusia terhadap kelompok minoritas Uighur.

Foto-foto yang menunjukkan remaja dan perempuan tua di antara mereka yang ditahan di kamp-kamp pengasingan memberikan gambaran mengerikan tentang penganiayaan brutal pemerintah China terhadap Uighur dan etnis minoritas lainnya.

File-file tersebut diperoleh dari sumber anonim yang meretas komputer polisi dan membocorkannya kepada Adrian Zenz, Direktur Studi China di Yayasan Peringatan Korban Komunisme di Amerika Serikat.

Baca juga: 50 Negara Kecam China karena Melanggar HAM Terhadap Uighur, Indonesia Tak Termasuk

Pada 10 Februari 2023, Zenz dan timnya mengungkapkan isi dari file yang dibocorkan tersebut, yang mencakup informasi dari sekitar 830.000 individu dan ribuan gambar.

Selain pengungkapan baru, Zenz juga telah memperkenalkan alat pencarian baru yang memungkinkan orang-orang Uighur di luar negeri untuk memasukkan identitas, nomor, atau nama anggota keluarga mereka dalam bahasa Mandarin, untuk mencari informasi yang relevan tentang mereka.

"Ini adalah informasi yang ditolak oleh pemerintah China untuk dipublikasikan dan sekarang setelah dibocorkan kepada kami, kami membiarkan orang-orang Uighur mencari seolah-olah mereka sedang mencari di komputer polisi Xinjiang. Ini seperti jendela yang tidak sempurna ke dalam sistem file polisi Xinjiang," kata Zenz kepada DW.

Baca juga: Indonesia Tolak Isu Uighur di Xinjiang Dibahas di Dewan HAM PBB

Bocoran file terbesar hingga saat ini

Kumpulan data baru ini merupakan kebocoran file terbesar, kata Zenz, dan memberikan pandangan dari dekat yang belum pernah terjadi sebelumnya tentang penahanan massal dan kekejaman lainnya yang telah terjadi di Xinjiang sejak 2016. Sebagian besar data terutama berasal dari Kabupaten Shufu di Kashgar dan Kabupaten Tekes di Ili dan mencakup periode antara tahun 2016 hingga 2018.

Zenz mengatakan kepada DW bahwa dia yakin data tersebut mencakup hampir seluruh populasi dari dua lokasi tersebut dan data itu juga menunjukkan sejumlah besar orang dari tempat-tempat ini berada dalam beberapa bentuk penahanan.

"Bukti-bukti menunjukkan bahwa kampanye penahanan massal benar-benar terjadi," katanya, seraya menambahkan bahwa kumpulan data tersebut memberikan gambaran umum tentang skala penahanan massal. "Ini lebih representatif daripada apa yang kita miliki sebelumnya."

Baca juga: Isi Laporan PBB tentang Pelanggaran HAM China terhadap Uighur di Xinjiang

Menurut PBB, sekitar satu juta orang Uighur dan etnis minoritas lainnya di Xinjiang telah ditahan di kamp-kamp interniran yang tak terhitung jumlahnya di seluruh provinsi.

Pada Agustus 2022, Kantor Hak Asasi Manusia PBB merilis Laporan Xinjiang, yang menyatakan bahwa penahanan besar-besaran yang dilakukan oleh China terhadap warga Uighur dan etnis minoritas lainnya di Xinjiang dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Namun, Kementerian Luar Negeri China membantah penilaian laporan tersebut, dengan mengatakan tambal sulam disinformasi dan alat politik yang melayani kepentingan AS dan negara-negara barat lainnya untuk membungkam China melalui topik tersebut.

Baca juga: PBB Rilis Laporan Pelanggaran HAM terhadap Uighur, AS Minta China Tanggung Jawab

Rasa bersalah sekaligus lega yang mendalam

Bagi sebagian orang Uighur di luar negeri, alat penelusuran ini memungkinkan mereka untuk mengetahui nasib anggota keluarga mereka, termasuk kapan mereka ditangkap, ke kamp mana mereka dikirim, dan berapa lama mereka dihukum.

"29 anggota keluarga saya terdaftar dalam berkas-berkas tersebut dan dengan berat hati, saya harus memeriksa datanya, karena saya pikir kita harus memberi tahu dunia apa yang sebenarnya terjadi di Xinjiang," kata Mamatjan Juma, Wakil Direktur Layanan Uighur Radio Free Asia.

"Saya mempertanyakan apakah yang saya lakukan ini benar atau salah. Ketika saya melihat anggota keluarga saya dianiaya karena apa yang saya lakukan, itu membuat saya merasa bersalah, tetapi juga menunjukkan betapa brutalnya pemerintah China. Mereka menghukum siapa saja yang mereka inginkan dengan asosiasi. Ini adalah perasaan yang sangat rumit, menyakitkan, dan menghantui saya," katanya kepada DW.

Hasil penelusuran Juma menunjukkan bahwa salah satu saudara laki-lakinya dijatuhi hukuman 14 tahun, sementara dua saudara laki-lakinya yang lain ditangkap dan ditahan di kamp-kamp. Yang paling menghantuinya adalah mengetahui tentang kematian ayahnya, yang digambarkan sebagai akibat dari berbagai komplikasi.

Baca juga: PBB Rilis Laporan Pelanggaran HAM terhadap Uighur, AS Minta China Tanggung Jawab

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com