Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei AP-NORC: 52 Persen Warga AS Merasa Demokrasi Tidak Berjalan Baik

Kompas.com - 29/10/2022, 18:30 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Penulis: Associated Press via VOA Indonesia

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Banyak warga Amerika yang tetap pesimis dengan keadaan demokrasi di Amerika dan cara memilih para pejabat terpilih saat ini, hampir dua tahun setelah pemilu presiden yang memecah belah dan munculnya klaim palsu bahwa telah terjadi penipuan pemilu yang meluas, serta serangan terhadap gedung Kongres Amerika.

Jajak pendapat terbaru yang dilakukan Associated Press bersama NORC Center for Public Affairs Research menunjukkan hanya sekitar separuh warga Amerika yang memiliki keyakinan tinggi bahwa suara dalam pemilihan paruh waktu mendatang akan dihitung secara akurat.

Meskipun demikian, hasil ini sudah merupakan peningkatan dari sekitar 4 dari 10 orang yang sebelum pemilu presiden tahun 2020 menyampaikan hal serupa.

Baca juga: Trump Mulai Kampanye Pemilu Paruh Waktu AS

Hanya 9 persen orang dewasa Amerika yang menilai demokrasi kini berjalan “sangat” atau “sangat baik,” sementara 52 persen mengatakan demokrasi tidak berjalan baik.

Ini bertolak belakang dengan dua tahun lalu. Kini lebih banyak simpatisan Partai Republik dibanding Partai Demokrat yang mengatakan demokrasi tidak berjalan baik.

Tahun ini 68 persen Republikan merasa demikian dibandingkan sekitar 32 persen dua tahun lalu. Sementara simpatisan Partai Demokrat yang menilai demokrasi tidak berjalan baik turun dari 63 persen pada tahun 2020 menjadi 40 persen.

Ronald McGraw (67) dari Indianapolis, adalah seorang pensiunan pekerja konstruksi yang baru-baru ini mendaftar untuk memberikan suaranya dan bermaksud memberikan suara untuk kali pertama tahun ini.

“Saya pikir saya akan membiarkan orang lain memberikan suara mereka dan mengikuti arus, tetapi semua itu menjadi pertaruhan sekarang ini,” ujarnya merujuk pada demokrasi, ekonomi, dan “semua hal, yang membuat negara berjalan.”

McGraw yang berkulit hitam, menganggap dirinya moderat, dan mengatakan kekhawatiran terbesarnya adalah terjadinya gejolak politik. Juga fakta bahwa terlalu banyak politisi yang mementingkan diri sendiri dan kekuasaan, terutama mereka yang menentang kepentingan kelompok minoritas, ujarnya.

Ia mengatakan, ia terdaftar sebagai seorang Republikan, tetapi dulu ia tidak memikirkan platform atau sikap partainya. Tetapi, “saya memperhatikannya sekarang,” tegasnya.

Hanya seperempat warga AS percaya dengan cara memilih pejabat

Setelah setiap pemilihan presiden, anggota dan simpatisan partai yang kalah biasanya mengalami kekecewaan. Dampak pemilu presiden tahun 2020 kini semakin dalam, didorong oleh kebohongan yang disampaikan mantan presiden Donald Trump dan sekutu-sekutunya bahwa Partai Demokrat telah mencuri kemenangannya.

Tidak ada bukti penipuan atau manipulasi mesin-mesin penghitungan suara.

Kajian di negara-negara bagian penentu menegaskan kemenangan Joe Biden dari partai Demokrat. Sementara hakim-hakim--termasuk yang ditunjuk oleh Trump sendiri--menolak sejumlah gugatan hukum yang menentang hasil penghitungan suara. Jaksa Agung William Barr, yang ketika itu juga ditunjuk oleh Trump, menyebut klaim itu palsu.

Keputusasaan atas demokrasi umumnya muncul setelah meningkatnya polarisasi di tingkat nasional selama puluhan tahun, mulai dari pemilihan presiden dan Kongres, hingga pemilihan di tingkat lokal, termasuk untuk tingkat dewan sekolah.

Baca juga: Akibat Inflasi dan Harga Mahal, Biden dan Demokrat Terancam Kalah di Pemilu Paruh Waktu

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com