Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Ratu Elizabeth II dan Kemeriahan Simbolik Sisa-sisa Kejayaan Imperial

Kompas.com - 11/09/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

RATU Elizabeth II telah tiada. Ratu Inggris yang terkenal dengan panggilan Lilibet tersebut meninggal dunia pada Kamis (8/9/2022), di Kastil Balmoral, Dataran Tinggi Skotlandia, pada usia 96 tahun.

Elizabeth II menggantikan posisi ayahnya, George VI, setelah kematiannya pada tahun 1952. Saat itu, Elizabeth baru berusia 25 tahun.

Selama 70 tahun masa pemerintahannya (terpanjang dibanding raja Inggris mana pun dan ratu mana pun dalam sejarah), ia sudah bekerja dengan 15 perdana menteri (16 termasuk PM Inggris saat ini bernama Liz Truss, yang mulai menjabat pada awal minggu ini menggantikan Boris Johnson), telah bertemu dengan 13 dari 14 Presiden Amerika Serikat terakhir, ikut memantau ribuan keterlibatan Inggris di pentas global dan melakukan 89 kunjungan kenegaraan ke luar negeri.

Di sisi lain, Ratu Elizabeth II juga dianggap sebagai perlambang stabilitas Inggris di tengah era perubahan dunia.

Di bawah kepemimpinannya, Inggris Raya bergelut dengan banyak tantangan, dari silang sengketa yang terjadi di Irlandia Utara, revolusi teknologi, krisis ekonomi, Brexit, kebangkitan politik kelompok nasionalis sayap kanan, pandemi, dan semakin mengecilnya peran Kerajaan Inggris di tingkat global yang dulunya pernah sangat dominan.

Karena panjangnya masa pemerintahan dan banyaknya peristiwa yang dilalui, tidak pelak membuat nama Ratu Elizabeth II menjadi nama dominan di memori rakyat Inggris khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya.

Empat dari lima orang yang saat ini tinggal di Inggris lahir setelah panahbisan jabatan Ratu Elizabeth II, yang menjadikannya satu-satunya pemimpin tradisional yang pernah dikenal oleh sebagian besar rakyatnya.

Jika kita menilik kembali ke belakang, takhta Ratu Elizabeth II memang dimulai pada masa yang sulit, dimulai dari kekerasan intermiten di luar Inggris, termasuk upaya Inggris yang gagal untuk menguasai Terusan Suez pada 1956.

Kemudian Perang Falklands (Malvinas), perang selama sepuluh minggu dengan Argentina pada tahun 1982 di bawah kendali PM Margaret Thatcher.

Di dalam negeri sendiri, juga ada konflik yang tidak mudah dilalui sang ratu. Angkatan Darat Inggris melancarkan kampanye militer terlama sepanjang sejarah, yakni Operation Banner, sebuah upaya untuk menegakkan ketertiban di tengah konflik sektarian berdarah yang melanda sebagian besar Irlandia Utara antara 1968 dan 1998.

Konflik tersebut menyentuh Elizabeth secara langsung pada tahun 1979, ketika Tentara Republik Irlandia membunuh sepupu keduanya, Lord Louis Mountbatten.

Terlepas dari banyaknya peristiwa yang dilalui, sebagaimana ramai dibahas oleh berbagai media di seluruh dunia setelah kematian Ratu Elizabeth II, termasuk media-media di Indonesia, di era Ratu Elizabeth lah Inggris tenggelam, tercecer dari percaturan global, justru beberapa tahun setelah sang Ratu naik takhta.

Momen terakhir di mana Inggris Raya masih merasa sebagai salah satu negara super power adalah pada saat krisis Terusan Suez di Mesir.

Ketika Inggris dan Perancis menunjukkan taringnya dengan menginvasi Terusan Suez, justru Amerika Serikat kemudian dengan strategis dan cerdik menetralisirnya, lalu memaksa Inggris pulang dengan tangan hampa alias harus merelakan Terusan Suez jatuh ke tangan Gamal Abdul Naser.

Dengan seketika Amerika Serikat menjadikan Inggris kehilangan taji negara adi kuasa yang nyaris dua ratus tahun sebelumnya penah menjadikan Tanah Paman Sam sebagai koloninya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com