KOMPAS.com - Para pakar mengatakan Rusia membakar gas alam dalam jumlah besar setiap hari sejak Juni, saat harga bahan bakar naik di banyak negara.
Dalam analisisnya yang dibagikan kepada BBC, ahli mengatakan pabrik Rusia yang terletak di dekat perbatasan dengan Finlandia, membakar gas senilai sekitar Rp 147 miliar setiap hari.
Para ilmuwan kini khawatir dengan volume besar karbon dioksida dan jelaga yang dihasilkan oleh pembakaran itu, yang dapat mempercepat pencairan es di Arktik.
Baca juga: Harga BBM Naik 50 Persen dalam Seminggu di Bangladesh, Warga: Mungkin Harus Mengemis di Jalan
Analisis oleh Rystad Energy menunjukkan bahwa sekitar 4,34 juta meter kubik gas dibakar setiap hari.
Gas itu berasal dari pabrik gas alam cair (LNG) baru di Portovaya, barat laut St Petersburg, dan awalnya akan diekspor ke Jerman.
Tanda-tanda pertama bahwa ada sesuatu yang salah ditemukan warga Finlandia di perbatasan terdekat, ketika mereka melihat nyala api besar di cakrawala awal musim panas ini.
Portovaya terletak dekat dengan stasiun kompresor di awal pipa Nord Stream 1, yang membawa gas ke Jerman melalui bawah laut.
Pasokan melalui pipa telah dibatasi sejak pertengahan Juli, dengan dalih masalah teknis. Namun Jerman mengatakan itu murni langkah politik setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Baca juga: Gazprom Setop Gas Rusia ke Latvia, Ini Alasannya
Praktik membakar gas atau flaring adalah hal biasa di pabrik pengolahan, biasanya dilakukan untuk alasan teknis atau keamanan. Tapi skala pembakaran yang dilakukan Rusia membingungkan para pakar.
"Saya belum pernah melihat pabrik LNG menyala begitu terang," kata Dr Jessica McCarty, seorang ahli data satelit dari Miami University di Ohio sebagaimana dilansir BBC.
"Mulai sekitar Juni, kami melihat puncak yang sangat besar ini, dan itu tidak hilang. Anomali itu masih sangat tinggi."
CEO Capterio Mark Davis yang perusahaannya terlibat untuk menemukan solusi terkait pembakaran gas, mengatakan pembakaran gas biasanya bukan hal yang tidak disengaja. Hal itu kemungkinan besar merupakan keputusan yang dibuat untuk alasan operasional.
"Operator seringkali sangat ragu untuk benar-benar menutup fasilitas karena khawatir akan secara teknis sulit atau mahal saat ingin memulai lagi, dan barangkali itu yang terjadi di sini," katanya kepada BBC News.
Baca juga: Eropa Optimistis Mampu Hadapi Musim Dingin Tanpa Gas Rusia
Pakar lainnya meyakini bahwa bisa jadi ada tantangan teknis dalam menangani volume besar gas yang selama ini dipasok ke pipa Nord Stream 1.
Perusahaan energi Rusia Gazprom mungkin berniat menggunakan gas itu untuk membuat LNG di pabrik baru, tapi mungkin mengalami masalah dalam menanganinya dan pilihan teraman adalah membakarnya.