Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wahyu Suryodarsono
Tentara Nasional Indonesia

Indonesian Air Force Officer, and International Relations Enthusiast

Bagaimana China Kini Melihat Biden dan Trump?

Kompas.com - 28/07/2022, 07:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DONALD Trump, baik saat sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) maupun setelah tidak lagi menjabat, dikenal sebagai tokoh yang kontroversial. Salah satu hal yang paling banyak dibicarakan dari Trump adalah bagaimana dia memulai perang dagang dengan China pada awal 2018. Perang dagang saat itu berawal dari kekesalan Trump karena neraca perdagangan AS selalu defisiti dengan China. Kondisi itu dijadikan dalih oleh Trump untuk memulai berbagai kebijakan yang memproteksi pasar AS dari China, seperti menaikkan tarif dan melarang penggunaan produk peralatan telekomunikasi asing (khususnya Huawei), demi memperbaiki neraca perdagangan AS.

Baca juga: Joe Biden Berharap Bisa Bertemu Xi Jinping Setelah Pulih dari Covid-19

Rivalitas ekonomi AS-China sejak 2018 hingga seterusnya menjadi fenomena yang sangat kental di era kepemimpinan Donald Trump. Setelah Trump tidak lagi menjadi presiden, banyak kalangan yang menganggap Joe Biden akan menjadi penentu perubahan arah kebijakan AS terhadap China. Apalagi, Biden dikenal memiliki hubungan yang dekat dengan para pimpinan China. Dilansir dari majalah Foreign Policy edisi spring 2022, Biden tercatat memiliki kedekatan dengan para pemimpin China. Biden bahkan pernah bermain bola basket bersama Xi Jinping ketika keduanya masih menjabat wakil presiden. Biden juga banyak berkomunikasi dengan mantan Presiden Jiang Zemin dan Ketua Komisi Penasihat Pusat Partai Komunis China, Deng Xiaoping. Meskipun demikian, Biden lebih banyak bertemu dengan Xi dibanding para pemimpin China lainnya.

Kebijakan AS terhadap China tak berubah walau Trump diganti Biden

Namun, tampaknya kedekatan tersebut tidak akan mengubah apapun. Salah satu pengamat hubungan internasional dari Beijing Renmin’s University of China, Shi Yinhong, mengatakan bahwa Biden tidak lagi seperti dulu. Beberapa analis dari Beijing juga menyampaikan kekecewaannya pada kebijakan Biden yang seolah tidak merubah sikap AS terhadap China sejak zaman perang dagang yang dimulai Trump. Bahkan, tidak hanya kebijakan proteksionisme, Biden juga secara nyata mendukung Taiwan yang selama ini tidak diakui oleh China.

Lantas, bagaimana China melihat Biden dan Trump sekarang? Melalui pendekatan spektrum politik, sebenarnya Trump dan Biden merupakan dua sosok politisi yang sangat berbeda. Perbedaan mendasar antara Biden yang dari Partai Demokrat dan Trump yang dari Partai Republik tentu adalah mereka memiliki dua dasar pemikiran politik yang berlawanan. Namun, pendekatan spektrum politik yang sangat umum ini tidak bisa menjelaskan mengapa kebijakan AS terhadap China tidak berubah meskipun terjadi pergantian kepemimpinan.

Dalam hal ini, melihat Trump dan Biden dari kacamata figur secara personal menjadi layak untuk dibahas. Salah satu perbedaan mendasar antara Trump dan Biden meskipun AS tidak merubah kebijakan luar negerinya terhadap China, adalah komitmen keduanya terhadap penerapan demokrasi di dunia. Ketika berbicara masalah demokrasi, Trump adalah figur yang lebih mengedepankan pendekatan transaksional terhadap China. Hal ini terbukti dari pernyataan Trump yang pernah menyebut bahwa kebijakan One China Policy adalah kebijakan yang tidak berguna, kecuali jika negara Tirai Bambu tersebut setuju untuk melakukan perjanjian tertentu yang dapat menguntungkan kedua belah pihak, termasuk terkait perdagangan.

Para pemimpin China tentunya memandang bahwa Trump lebih mengejar keuntungan ekonomi semata, dibandingkan komitmennya terhadap Taiwan. Hal ini dapat membuat China menyusun strategi yang lebih baik terhadap Taiwan, dan membiarkan Trump mengejar ambisi ekonominya yang justru dapat gagal sewaktu-waktu.

Baca juga: Pejabat Perdagangan AS dan China Pertama Kali Bertemu Setelah Era Perang Dagang

Berbeda dengan Trump, Biden ternyata adalah figur yang cenderung lebih idealis terhadap demokrasi. Biden sangat percaya bahwa sistem demokrasi yang berjalan di Taiwan adalah hal yang baik dan perlu untuk dipertahankan. Pada Oktober 2021, ketika Biden ditanya mengenai apakah AS akan melindungi Taiwan bila China menyerang, dia menjawab, "Ya" sekaligus menyatakan bahwa AS memiliki komitmen terkait hal tersebut. Meskipun setelah itu pernyataan tersebut diklarifikasi pemerintah AS karena ambiguitasnya. Insiden tersebut mencerminkan keyakinan Biden secara pribadi terkait permasalahan demokrasi di Taiwan.

AS  hingga sekarang juga masih menyuplai persenjataan kepada Taiwan, di tengah kegamangannya dalam membela negara tersebut apabila China melakukan invasi suatu saat nanti.

Biden ternyata juga sangat reaktif ketika Rusia menyerang Ukraina. Berbagai sanksi ekonomi yang dikeluarkan AS terhadap Rusia, seolah menjadi penegas mengapa Beijing melihat Biden adalah sosok yang memiliki idealisme. Pandangan Biden secara personal ini bagi China sesuai dengan stereotip politisi demokrat yang lebih vokal terhadap isu demokrasi dan hak asasi manusia, tetapi tidak terlalu memiliki ketergantungan dengan perusahaan-perusahaan besar AS bila dibandingkan dengan lawannya di Partai Republik.

Perbedaan lain yang tampak, yaitu ketika Trump cenderung lebih mementingkan ambisi politik pribadinya dibandingkan Biden yang bertindak lebih ”alamiah” sebagai seorang politisi. Kebijakan ekonomi Trump terhadap China yang sulit diprediksi dan pernyataannya yang menyebabkan terjadinya huru-hara setelah pesta demokrasi di Amerika Serikat tahun 2020, seolah menunjukkan kepada China betapa besarnya ego dari Trump ketika memimpin.

Kepentingan pribadinya untuk menjatuhkan pemerintahan Biden juga terlihat ketika Rusia menyerang Ukraina, dengan menyebut Putin sebagai pemimpin yang jenius. Meskipun Trump yang memulai perang dagang, hal ini dianggap sebagai celah positif yang dapat dimanfaatkan China ketika berkonfrontasi dengan AS kedepan.

Demi perimbangan kekuasaan

Namun, bila dibandingkan dengan tindakan Trump, figur Biden terlihat lebih mengedepankan perimbangan kekuasaan di suatu kawasan dibandingkan menunjukkan ambisi personal. Paul Haenle, seorang penasihat politik AS, menyebut bahwa tindakan Biden terhadap China hanya didasarkan pada premis “China sedang bangkit, dan pengaruh Barat sedang menurun”. Tentunya, AS akan bertindak sebagai penyeimbang pengaruh saat China mulai bangkit. Hal ini terlihat dari diinisiasinya AUKUS di Indo-Pasifik ketika pemerintahan Biden berkuasa, sebagai bentuk perlawanan pengaruh China di kawasan tersebut.

Dari fakta-fakta tersebut, dapat disimpulkan bahwa meskipun kebijakan AS terhadap China tidak banyak berubah, motif dan jalan berpikir secara personal antara Trump dan Biden sangatlah berbeda. Meskipun Trump yang memulai konflik dagang, China memandang terdapat kelemahan dalam ambisi dan cara berpikir Trump dibandingkan Biden. Walaupun memiliki hubungan yang dekat di masa lalu, Presiden Biden saat ini dapat dikatakan bisa mengancam kepentingan China secara lebih serius ke depan. Hal ini karena meskipun metode pendekatannya tidak sekonfrontatif presiden sebelumnya, Biden cenderung lebih memiliki idealisme politik yang besar secara pribadi, dibandingkan Trump yang terlihat lebih realis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com