Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kunjungan ke Ukraina, Jokowi Disarankan Pakai Pendekatan Ekonomi

Kompas.com - 24/06/2022, 19:45 WIB
BBC INDONESIA,
Tito Hilmawan Reditya

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Resolusi damai atas konflik Ukraina dan Rusia yang diupayakan pemerintah Indonesia dinilai pengamat bisa terjadi sebelum KTT G20 terselenggara jika Presiden Jokowi juga bisa meyakinkan negara-negara Barat untuk menghentikan segala sanksinya terhadap Rusia.

Pendiri Synergy Policies, Dinna Prapto Raharja, mengatakan resolusi damai penting disuarakan karena empat bulan berlalu sejak invasi Rusia, banyak negara berkembang dan negara berpengasilan rendah merasakan dampaknya mulai dari krisis pangan, energi, dan keuangan.

Seperti dikutip dari BBC Indonesia, mantan Dubes RI untuk Rusia, Hamid Awaludin, menyarankan kepada Presiden Jokowi agar menggunakan pendekatan ekonomi ketika berdialog dengan kedua pemimpin negara itu demi menghindari reaksi negatif.

Baca juga: Kapan Jokowi ke Rusia dan Ukraina? Ini Agendanya

Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, mengatakan kunjungan Presiden Jokowi ini merupakan perjalanan pertama pemimpin Asia ke dua negara tersebut yang diharapkan mampu menangani krisis itu.

Indonesia, kata Pendiri Synergy Policies Dinna Prapto Raharja, adalah negara yang cukup disegani di Kawasan Asia. Selain karena posisi geografis, kepentingan ekonomi negara-negara Barat dan Rusia di Asia yang besar, membuat daya tawar Indonesia menyuarakan resolusi damai "bisa didengar".

Dalam urusan diplomatik, hubungan Indonesia dengan Rusia maupun Ukraina juga "sangat baik". Indikator yang paling nampak dari relasi itu, tidak adanya penolakan atas rencana kunjungan Jokowi dari Presiden Volodymyr Zelensky maupun Presiden Vladimir Putin pada akhir Juni ini.

"Dengan tidak ada penolakan itu artinya satu keterbukaan dari dua pihak untuk bertemu. Seberapa berhasil? Tergantung kepiawaian tim Presiden Jokowi," ujar Dinna Prapto Raharja kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu (23/6/2022).

Empat bulan sejak invasi Rusia dilancarkan ke Ukraina, menurut Dinna, belum ada satupun pihak yang memiliki keberanian untuk keluar dari narasi negara-negara Barat yang terus memanas-manasi situasi.

Baca juga: Rangkuman Hari Ke-119 Serangan Rusia ke Ukraina, Rencana Pertemuan Jokowi-Putin, Koridor Gandum Ukraina Dibuka

Padahal rakyat di kedua negara baik Rusia maupun Ukraina sudah menginginkan perdamaian lantaran banyak korban berjatuhan.

Dampak dari perang itu pula, negara-negara berkembang dan negara berpenghasilan rendah, yang berusaha tidak memihak, berada dalam kondisi terjepit lantaran mengalami krisis pangan, energi, dan keuangan.

"Jadi pentingnya Indonesia kali ini bicara untuk mengingatkan bahwa situasinya genting, bukan cuma buat Rusia dan Ukraina tapi negara lain ikut merasakan dampak negatif, terutama negara berkembang."

Karena itulah, bagi Dinna, suara yang mendorong resolusi damai perlu didengungkan.

"Saya harap Presiden Jokowi bukan hanya menyuarakan maunya Indonesia tapi datang dengan sudah mendengar suara-suara dari negara-negara G20 lainnya atau negara ASEAN, jadi lebih menguatkan."

Namun, keberhasilan Indonesia mewujudkan resolusi damai bergantung pada beberapa hal.

Baca juga: Jokowi Akan jadi Pemimpin Asia Pertama yang Kunjungi Ukraina dan Rusia

Pertama, tidak mengandalkan diplomasi megaphone atau mengeluarkan pernyataan di media massa yang berpotensi menaikkan eskalasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Anak Muda Korsel Mengaku Siap Perang jika Diserang Korut

Anak Muda Korsel Mengaku Siap Perang jika Diserang Korut

Global
Demonstran Pro-Palestina di UCLA Bentrok dengan Pendukung Israel

Demonstran Pro-Palestina di UCLA Bentrok dengan Pendukung Israel

Global
Sepak Terjang Subhash Kapoor Selundupkan Artefak Asia Tenggara ke New York

Sepak Terjang Subhash Kapoor Selundupkan Artefak Asia Tenggara ke New York

Global
Penyebab Kenapa Menyingkirkan Bom yang Belum Meledak di Gaza Butuh Waktu Bertahun-tahun

Penyebab Kenapa Menyingkirkan Bom yang Belum Meledak di Gaza Butuh Waktu Bertahun-tahun

Global
30 Tahun Setelah Politik Apartheid di Afrika Selatan Berakhir

30 Tahun Setelah Politik Apartheid di Afrika Selatan Berakhir

Internasional
Rangkuman Hari Ke-795 Serangan Rusia ke Ukraina: Buruknya Situasi Garis Depan | Desa Dekat Avdiivka Lepas

Rangkuman Hari Ke-795 Serangan Rusia ke Ukraina: Buruknya Situasi Garis Depan | Desa Dekat Avdiivka Lepas

Global
Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Global
[KABAR DUNIA SEPEKAN] Tabrakan Helikopter Malaysia | Artefak Majapahit Dicuri

[KABAR DUNIA SEPEKAN] Tabrakan Helikopter Malaysia | Artefak Majapahit Dicuri

Global
Bangladesh Liburkan 33 Murid dan Mahasiswa karena Cuaca Panas

Bangladesh Liburkan 33 Murid dan Mahasiswa karena Cuaca Panas

Global
Dilema Sepak Bola Hong Kong, dari Lagu Kebangsaan hingga Hubungan dengan China

Dilema Sepak Bola Hong Kong, dari Lagu Kebangsaan hingga Hubungan dengan China

Global
Panglima Ukraina: Situasi Garis Depan Memburuk, Rusia Unggul Personel dan Senjata

Panglima Ukraina: Situasi Garis Depan Memburuk, Rusia Unggul Personel dan Senjata

Global
Jam Tangan Penumpang Terkaya Titanic Laku Dilelang Rp 23,75 Miliar

Jam Tangan Penumpang Terkaya Titanic Laku Dilelang Rp 23,75 Miliar

Global
Rusia Masuk Jauh ke Garis Pertahanan Ukraina, Rebut Desa Lain Dekat Avdiivka

Rusia Masuk Jauh ke Garis Pertahanan Ukraina, Rebut Desa Lain Dekat Avdiivka

Global
Filipina Tutup Sekolah 2 Hari karena Cuaca Panas Ekstrem

Filipina Tutup Sekolah 2 Hari karena Cuaca Panas Ekstrem

Global
Rusia Jatuhkan 17 Drone Ukraina di Wilayah Barat

Rusia Jatuhkan 17 Drone Ukraina di Wilayah Barat

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com