Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kunjungan ke Ukraina, Jokowi Disarankan Pakai Pendekatan Ekonomi

Pendiri Synergy Policies, Dinna Prapto Raharja, mengatakan resolusi damai penting disuarakan karena empat bulan berlalu sejak invasi Rusia, banyak negara berkembang dan negara berpengasilan rendah merasakan dampaknya mulai dari krisis pangan, energi, dan keuangan.

Seperti dikutip dari BBC Indonesia, mantan Dubes RI untuk Rusia, Hamid Awaludin, menyarankan kepada Presiden Jokowi agar menggunakan pendekatan ekonomi ketika berdialog dengan kedua pemimpin negara itu demi menghindari reaksi negatif.

Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, mengatakan kunjungan Presiden Jokowi ini merupakan perjalanan pertama pemimpin Asia ke dua negara tersebut yang diharapkan mampu menangani krisis itu.

Indonesia, kata Pendiri Synergy Policies Dinna Prapto Raharja, adalah negara yang cukup disegani di Kawasan Asia. Selain karena posisi geografis, kepentingan ekonomi negara-negara Barat dan Rusia di Asia yang besar, membuat daya tawar Indonesia menyuarakan resolusi damai "bisa didengar".

Dalam urusan diplomatik, hubungan Indonesia dengan Rusia maupun Ukraina juga "sangat baik". Indikator yang paling nampak dari relasi itu, tidak adanya penolakan atas rencana kunjungan Jokowi dari Presiden Volodymyr Zelensky maupun Presiden Vladimir Putin pada akhir Juni ini.

"Dengan tidak ada penolakan itu artinya satu keterbukaan dari dua pihak untuk bertemu. Seberapa berhasil? Tergantung kepiawaian tim Presiden Jokowi," ujar Dinna Prapto Raharja kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu (23/6/2022).

Empat bulan sejak invasi Rusia dilancarkan ke Ukraina, menurut Dinna, belum ada satupun pihak yang memiliki keberanian untuk keluar dari narasi negara-negara Barat yang terus memanas-manasi situasi.

Padahal rakyat di kedua negara baik Rusia maupun Ukraina sudah menginginkan perdamaian lantaran banyak korban berjatuhan.

Dampak dari perang itu pula, negara-negara berkembang dan negara berpenghasilan rendah, yang berusaha tidak memihak, berada dalam kondisi terjepit lantaran mengalami krisis pangan, energi, dan keuangan.

"Jadi pentingnya Indonesia kali ini bicara untuk mengingatkan bahwa situasinya genting, bukan cuma buat Rusia dan Ukraina tapi negara lain ikut merasakan dampak negatif, terutama negara berkembang."

Karena itulah, bagi Dinna, suara yang mendorong resolusi damai perlu didengungkan.

"Saya harap Presiden Jokowi bukan hanya menyuarakan maunya Indonesia tapi datang dengan sudah mendengar suara-suara dari negara-negara G20 lainnya atau negara ASEAN, jadi lebih menguatkan."

Namun, keberhasilan Indonesia mewujudkan resolusi damai bergantung pada beberapa hal.

Pertama, tidak mengandalkan diplomasi megaphone atau mengeluarkan pernyataan di media massa yang berpotensi menaikkan eskalasi.

Menurut Dinna dalam situasi sensitif seperti ini merekam sudut pandang pihak yang bertikai harus didasari rasa percaya dan berlangsung secara intens.

"Kalau satu kali bertemu saya rasa enggak akan ada hasil. Jadi butuh proses. Pertama bisa membuat mereka bicara terbuka dan mau menerima pandangan dari Indonesia, penting."

"Seandainya bisa memahami gambaran besar atas situasi terkini akibat konflik itu, sudah dua keuntungan."

Kedua, sejauh mana Indonesia bisa meyakinkan negara-negara Barat untuk menghentikan segala sanksinya terhadap Rusia. Sebab jika negara-negara Barat terus memojokkan Rusia dan berusaha memainkan "war of attrition" maka perang akan terus berlangsung.

"War of attrition itu seperti menguji ketahanan lawan dan menguras sumber daya mereka agar semakin menderita. Ini perang yang keji buat saya."

"Kalau lapisan sanksi masih dilontarkan dan enggak ada penurunan, artinya (perang) masih panjang."

Senada dengan Dinna, mantan Duta Besar RI untuk Rusia Hamid Awaludin menilai Indonesia mempunyai potensi untuk berdialog dengan kedua negara yang berkonflik.

Meski Indonesia pernah mengutuk Rusia ketika menginvasi Afghanistan pada 1979, tapi setelah itu hubungan Indonesia dengan negara Beruang Merah itu selalu harmonis.

Dalam kerjasama bilateral, Indonesia salah satu negara yang memiliki cukup banyak alutsista dari Rusia.

Mengutip data Kementerian Pertahanan, Indonesia saat ini memiliki 16 unit Sukhoi Su-27 dan Su-30.

Pembelian di masa reformasi pertama kali dilakukan pada 2003, sebanyak 2 unit Su-27 dan 2 unit Su-30. Terakhir Indonesia membeli 6 unit sukhoi Su-30 pada 2012.

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kembali menjajaki pembelian jet tempur Rusia Sukhoi pada 2018. Tapi pembelian itu disebut batal karena diduga ada ancaman sanksi dari AS.

"Itu artinya hubungan bilateral kita dengan Rusia sangat baik, enggak ada masalah. Begitu juga dengan Ukraina. Malah 30 persen kebutuhan gandum disuplai dari Ukraina," imbuh Hamid Awaludin kepada BBC News Indonesia.

"Jadi kita punya modal untuk berbicara dengan kedua negara itu dalam konteks meredakan ketegangan dan menghentikan perang," tukasnya.

Posisi Indonesia yang tidak memihak, kata dia, juga memiliki keuntungan untuk bisa didengarkan oleh Rusia dan Ukraina.

"Kalau misalnya Eropa, enggak mungkin didengar Rusia sebab berafiliasi dengan NATO. AS apalagi."

Akan tetapi, Hamid menyarankan Presiden Jokowi agar tidak menggunakan pendekatan politik dalam berdiplomasi nanti.

Sebab akan menimbulkan lebih banyak potensi reaksi negatif bagi kedua negara yang tengah berkonflik.

Cara yang bisa dipakai adalah dengan pendekatan ekonomi.

"Karena ekonomi itu netral, kebutuhan semua orang."

"Misalnya ke Ukraina, kalau perang terus berlanjut Indonesia enggak bisa beli gandum, lalu pendapatan Anda dari mana? Ke Rusia, kalau perang lalu bagaimana kelanjutan kerja sama Sukhoi? Jadi hitung-hitungan ekonomi," ungkap Hamid.

Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, sebelumnya memastikan rencana kunjungan Presiden Jokowi ke Rusia dan Ukraina pada 26-28 Juni 2022.

Misi lawatan Jokowi ke dua negara Eropa timur yang sedang berselisih itu adalah untuk mendorong semangat perdamaian.

Sebagai presidensi G20 dan anggota Champion Group Crisis Response yang dibentuk Sekjen PBB, Jokowi memilih untuk berkontribusi dalam masalah geopolitik ini, kata Retno Marsudi.

Dia juga mengatakan, kunjungan presiden menunjukkan kepedulian terhadap isu kemanusiaan. Presiden juga akan mencoba memberikan kontribusi menangani isu pangan.

"(Masalah itu) diakibatkan karena perang, dampak dirasakan semua negara terutama negara berkembang dan penghasilan rendah. Dan (presiden akan) terus mendorong spirit perdamaian," kata Retno dalam jumpa pers virtual Kementerian Luar Negeri Rabu (22/6/2022).

https://www.kompas.com/global/read/2022/06/24/194500070/kunjungan-ke-ukraina-jokowi-disarankan-pakai-pendekatan-ekonomi

Terkini Lainnya

Rangkuman Hari Ke-800 Serangan Rusia ke Ukraina: '150.000 Tentara Rusia Tewas' | Kremlin Kecam Komentar Macron

Rangkuman Hari Ke-800 Serangan Rusia ke Ukraina: "150.000 Tentara Rusia Tewas" | Kremlin Kecam Komentar Macron

Global
Hamas Sebut Delegasinya Akan ke Kairo Sabtu Ini untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Hamas Sebut Delegasinya Akan ke Kairo Sabtu Ini untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Global
[POPULER GLOBAL] Pelapor Kasus Boeing Tewas | Pria India Nikahi Ibu Mertua 

[POPULER GLOBAL] Pelapor Kasus Boeing Tewas | Pria India Nikahi Ibu Mertua 

Global
Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Global
Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Global
Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun 'Menampakkan Diri'

Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun "Menampakkan Diri"

Global
Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Global
Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Internasional
Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Global
Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Internasional
Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Global
Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Internasional
Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Global
Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke