PERDANA Menteri Australia Anthony Albanese baru saja melakukan kunjungan bilateral ke Indonesia. Presiden Joko Widodo menerimanya di Istana Bogor, Jawa Barat (6/6/2022).
Anthony Albanese resmi dilantik menjadi PM ke-31 pada 24 Mei 2022 di Canberra, waktu setempat.
Sebelumnya, Sabtu, 21 Mei 2022, Partai Buruh (Australian Labour Party-ALP) memenangkan pemilu setelah sekitar sepuluh tahun menjadi oposisi dari Partai Liberal (Liberal-National Coalition).
Atas kemenangan Partai Buruh itu, Ketua Partai Buruh Anthony Albanese otomatis menjadi perdana menteri.
PM Anthony Albanese yang sering disapa Albo, bukanlah wajah baru dalam ranah politik Australia. Albo pemain lama yang mengikuti timbul tenggelamnya nasib politik Partai Buruh.
Berikut cerita-cerita ringan dan analisa enteng-entengan mengenai Albo dan Partai Buruh yang dipimpinnya.
Untuk standar politik negara demokrasi yang mapan, dunia politik Australia termasuk lucu dan ganjil.
Bayangkan, ketika saya di Australia, dari tahun 2010 sampai dengan 2014, sudah terjadi empat kali pergantian PM.
Pada Januari 2010, saya memulai studi di Australia. Saat itu perdana menterinya Kevin Rudd. Rudd berasal dari Quensland, negara bagian Australia tempat saya sekolah.
Rudd sosok yang pintar dan charming. Pidatonya memukau. Saya dua kali mendengar langsung pidatonya, cerdas dan bernas.
Tidak aneh pada pemilu Australia tahun 2007 lalu, ia dapat mengalahkan John Howard, pemimpin Partai Liberal yang kharismatik dan telah berkuasa sekitar 11 tahun.
PM Albo ketika itu didapuk Rudd menjadi Menteri Pembangunan Regional dan Pemerintahan Lokal.
Dalam Kabinet Rudd, Albo juga dipercaya menjadi Menteri Pembangunan Infrastruktur dan Transportasi.
Setelah hampir tiga tahun Rudd menjadi PM, pada pertengahan tahun 2010, Rudd ditantang oleh wakilnya Julia Gillard pada “leadeship spill.”
Rudd kalah. Tepatnya, ia mundur tanpa ada voting. Gillard menjadi Ketua Partai Buruh sekaligus secara otomatis PM baru Australia.
Rudd, selain berpenampilan memukau di depan publik, punya masalah personal yang buruk di “panggung belakang.” Suka marah dan memaki-maki.
Ada kejadian viral ketika ia marah sambil memaki setelah melakukan wawancara. Sialnya, kamera dan mikrofon masih menyala. Publik jadi makin tahu siapa Rudd sebenarnya.
Rudd juga tidak cakap merangkul teman sejawatnya, bahkan cenderung membelah. Kebijakan publiknya rada personal, bukan hasil delebrasi matang di internal partai.
Puncaknya, “mosi tidak percaya” yang mendapuk Gillard menjadi PM.
Sekitar dua bulan kemudian, Australia menggelar pemilihan umum federal. Seperti diprediksi, goncangan internal membuat suara Partai Buruh merosot.
Mereka kehilangan 11 kursi. Partai Buruh dan Partai Liberal sama-sama meraih 72 kursi parlemen.
Terjadilah apa yang disebut “parlemen menggantung” di mana tidak ada partai yang memperoleh kursi mayoritas dan berhak membentuk pemerintahan.
Gillard beruntung, satu kursi dari Partai Hijau dan tiga kursi anggota parlemen independen bergabung bersama Partai Buruh.