Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menolak Bertempur di Ukraina, Pasukan Elite Rusia Dilaporkan Dipecat dan Dihukum Pidana

Kompas.com - 10/04/2022, 20:00 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

MOSKWA, KOMPAS.com - Setidaknya 60 pasukan terjun payung Rusia dari satu unit di provinsi Pskov menolak untuk bertempur di Ukraina, menurut surat kabar independen Rusia Pskovskaya Gubernia.

Pasukan dipecat, dan beberapa diancam dengan tuntutan pidana karena desersi atau gagal mematuhi perintah, tulis surat kabar itu di saluran Telegramnya.

Baca juga: Cerita Pengungsi Ukraina Memilih Pulang Meski Perang Belum Selesai, Lelah Jadi Tunawisma dan Kelaparan

Insider yang melansir laporan Pskovskaya Gubernia ini pada Sabtu (9/4/2022) tidak dapat memverifikasi kabar ini secara independen.

Pskovskaya Gubernia adalah surat kabar Rusia yang terkenal dengan laporan independennya.

Di tengah tindakan keras Moskwa terhadap media independen, bulan lalu pihak berwenang menggerebek kantor surat kabar dan rumah karyawan senior surat kabar itu, menurut Komite Perlindungan Jurnalis.

Namun, aktivis lokal Nikolay Kuzmin, yang berafiliasi dengan partai oposisi Yabloko di Rusia, tampaknya menguatkan laporan di Telegram tersebut.

Kuzmin mengatakan dia berbicara dengan seorang pengemudi yang mengangkut beberapa pasukan terjun payung dari Belarus kembali ke Pskov, sebuah pangkalan penting bagi pasukan lintas udara Rusia.

Baca juga: Rusia Tunjuk Jenderal Alexander Dvornikov Jadi Komandan Perang di Ukraina, Dijuluki Jagal Suriah

Pasukan lintas udara militer Rusia, VDV, menderita kerugian besar di Ukraina yang telah merusak status "elit" mereka sebelumnya.

Satu unit di dalam VDV, Resimen Parasut Pengawal 331 yang terkenal, kehilangan komandannya, Kolonel Sergei Sukharev, dan sedikitnya 39 anggota lainnya.

Pasukan Rusia telah menderita kerugian besar sejak memulai invasi ke Ukraina, dan laporan menunjukkan bahwa moral mereka memburuk.

Pasukan terjun payung Pskov bukan satu-satunya yang dilaporkan menolak untuk bertempur.

Setidaknya 11 anggota Garda Nasional Rosgvardia Rusia di wilayah Khakassia juga memberontak, menurut laporan Newsweek, mengutip outlet berita berbahasa Rusia New Focus.

Newsweek juga mewartakan, pengacara hak asasi manusia Pavel Chikhov mengatakan di Telegram bahwa Kapten Farid Chitav dan 11 bawahannya di Rosgvardia menolak menyerang Ukraina pada 25 Februari, karena perintah itu "ilegal."

Baca juga: Invasi Rusia ke Ukraina Ubah Opini Negara Non-NATO, Justru Semakin Ingin Jadi Anggota

Beberapa pasukan Rusia yang ditangkap mengatakan para pemimpinnya berbohong tentang rencana untuk menyerang Ukraina. Itulah yang membuat mereka tidak siap untuk perlawanan sengit.

Terlepas dari banyak keuntungan militer Rusia, militer Rusia gagal mencapai kemenangan cepat yang diharapkan di Ukraina.

Kepala intelijen Inggris Jeremy Fleming mengatakan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin "salah menilai" situasi sebelum menyerang, sebagian karena para penasihatnya "takut mengatakan yang sebenarnya."

NATO memperkirakan bulan lalu bahwa antara 7.000 dan 15.000 tentara Rusia tewas dalam aksi di Ukraina.

Dalam pengakuan jujur yang langka, seorang juru bicara Kremlin mengakui di Sky News pada Kamis (7/4/2022) bahwa Rusia memiliki "kerugian pasukan yang signifikan dan itu adalah tragedi besar bagi kami."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com