Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

NATO Ungkap Kenapa Ukraina Belum Jadi Anggota dan Alasan Tak Terapkan Zona Larangan Terbang

Kompas.com - 12/03/2022, 15:31 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

ANTALYA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg membeberkan alasan mengapa Ukraina belum menjadi anggota mereka, dan penyebab tidak menerapkan zona larangan terbang di negara tersebut.

Dalam wawancara dengan kantor berita AFP pada Jumat (11/3/2022) di sela-sela forum perdamaian di Antalya, Turki, Stoltenberg menyebut keanggotaan Ukraina di NATO adalah tergantung pada keputusan Kyiv.

"Ukraina-lah yang memutuskan apakah mereka ingin menjadi anggota atau tidak. Dan kemudian pada akhirnya, 30 sekutu akan memutuskan masalah keanggotaannya," terang Stoltenberg.

Baca juga: Apa itu NATO dan Bagaimana Perannya dalam Konflik Rusia Ukraina?

Sebelumnya, dalam wawancara yang disiarkan di ABC News, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berkata bahwa dia tidak lagi mendesak untuk menjadi anggota NATO, masalah rumit yang menjadi salah satu alasan Rusia menyerang tetangganya yang pro-Barat itu.

"Kami menghormati keputusan Ukraina, terlepas dari apakah mereka mengajukan atau tidak mengajukan keanggotaan. Ini adalah keputusan Ukraina yang berdaulat," lanjut Stoltenberg.

"Masalahnya adalah Rusia tidak menghormati kedaulatan itu. Mereka menggunakan kekuatan militer melawan negara berdaulat yang merdeka karena mereka tidak menyukai keputusan mereka di bawah jalan yang telah mereka pilih," sambungnya.

Kenapa NATO tidak terapkan zona larangan terbang?

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg saat menemui pasukan NATO di pangkalan udara Talinn, Estonia, Selasa (1/3/2022).GETTY IMAGES/LEON NEAL via AP Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg saat menemui pasukan NATO di pangkalan udara Talinn, Estonia, Selasa (1/3/2022).
NATO juga tidak ingin invasi Rusia ke Ukraina meluas ke konflik terbuka antara aliansi tersebut dengan Moskwa, ujar Stoltenberg.

Ia memperingatkan, zona larangan terbang kemungkinan akan mengarah pada perang skala penuh.

Penolakan NATO terhadap permintaan Ukraina untuk memberikan perlindungan udara dari rudal dan pesawat tempur Rusia telah menuai kritik keras dari Kyiv, yang menuduh aliansi tersebut memberi Moskwa lampu hijau untuk melanjutkan serangannya.

"Kami bertanggung jawab untuk mencegah konflik ini meningkat di luar perbatasan Ukraina menjadi perang penuh antara Rusia dan NATO," kata Sekjen NATO tersebut kepada AFP di sela-sela forum di Turki.

Dia memperingatkan, zona larangan terbang di atas Ukraina kemungkinan besar akan mengarah pada perang penuh antara NATO dan Rusia, menyebabkan lebih banyak penderitaan, lebih banyak kematian dan kehancuran.

Baca juga: Ditolak AS dan NATO, Kenapa Zona Larangan Terbang Kukuh Diperjuangkan Ukraina?

Menurut Stoltenberg, zona larangan terbang di atas Ukraina berarti NATO harus menghancurkan sistem pertahanan udara Rusia tidak hanya di Ukraina, tetapi juga di sekitar Belarus dan Rusia.

"Itu berarti kita harus siap menembak jatuh pesawat Rusia karena zona larangan terbang bukan hanya sesuatu yang Anda nyatakan harus Anda terapkan," katanya kepada AFP di forum diplomasi di Antalya yang diselenggarakan oleh Turki.

Stoltenberg menambahkan, "Yang paling penting adalah Presiden (Vladimir) Putin harus mengakhiri perang yang tidak masuk akal ini."

"Mundurkan semua pasukannya dan tunjukkan itikad baik dalam upaya politik diplomatik untuk menemukan solusi politik," kata Stoltenberg.

Baca juga: Ukraina Menyatakan Tak Lagi Mendesak Keanggotaan NATO

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

 Pertama Kali, Korea Utara Tampilkan Foto Kim Jong Un Beserta Ayah dan Kakeknya

Pertama Kali, Korea Utara Tampilkan Foto Kim Jong Un Beserta Ayah dan Kakeknya

Global
Penumpang Singapore Airlines Dirawat Intensif, 22 Cedera Tulang Belakang, 6 Cedera Tengkorak

Penumpang Singapore Airlines Dirawat Intensif, 22 Cedera Tulang Belakang, 6 Cedera Tengkorak

Global
Krisis Kemanusiaan Gaza Kian Memburuk, Operasi Kemanusiaan Hampir Gagal

Krisis Kemanusiaan Gaza Kian Memburuk, Operasi Kemanusiaan Hampir Gagal

Global
Nikki Haley, Saingan Paling Keras Trump Berbalik Arah Dukung Trump

Nikki Haley, Saingan Paling Keras Trump Berbalik Arah Dukung Trump

Global
Rusia Serang Kharkiv, Ukraina Evakuasi 10.980 Orang

Rusia Serang Kharkiv, Ukraina Evakuasi 10.980 Orang

Global
Menerka Masa Depan Politik Iran Setelah Kematian Presiden Raisi

Menerka Masa Depan Politik Iran Setelah Kematian Presiden Raisi

Global
Ongkos Perang Ukraina Mulai Bebani Negara Barat

Ongkos Perang Ukraina Mulai Bebani Negara Barat

Global
Israel Mulai Dikucilkan Negara-negara Eropa, Bisakah Perang Segera Berakhir?

Israel Mulai Dikucilkan Negara-negara Eropa, Bisakah Perang Segera Berakhir?

Global
Rangkuman Hari Ke-819 Serangan Rusia ke Ukraina: Pemulangan 6 Anak | Perebutan Desa Klischiivka

Rangkuman Hari Ke-819 Serangan Rusia ke Ukraina: Pemulangan 6 Anak | Perebutan Desa Klischiivka

Global
China 'Hukum' Taiwan yang Lantik Presiden Baru dengan Latihan Militer

China "Hukum" Taiwan yang Lantik Presiden Baru dengan Latihan Militer

Global
UPDATE Singapore Airlines Alami Turbulensi, 20 Orang Masuk ICU di RS Thailand

UPDATE Singapore Airlines Alami Turbulensi, 20 Orang Masuk ICU di RS Thailand

Global
Rusia Duduki Lagi Desa yang Direbut Balik Ukraina pada 2023

Rusia Duduki Lagi Desa yang Direbut Balik Ukraina pada 2023

Global
AS-Indonesia Gelar Lokakarya Energi Bersih untuk Perkuat Rantai Pasokan Baterai-ke-Kendaraan Listrik

AS-Indonesia Gelar Lokakarya Energi Bersih untuk Perkuat Rantai Pasokan Baterai-ke-Kendaraan Listrik

Global
Inggris Juga Klaim China Kirim Senjata ke Rusia untuk Perang di Ukraina

Inggris Juga Klaim China Kirim Senjata ke Rusia untuk Perang di Ukraina

Global
3 Negara Eropa Akan Akui Negara Palestina, Israel Marah

3 Negara Eropa Akan Akui Negara Palestina, Israel Marah

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com