KOMPAS.com - Saat mendengar konflik Israel dan Palestina, pasti terselip istilah zionisme, yang mengacu Israel.
Dilansir Britannica, zionisme adalah upaya keagamaan dan politik yang membawa ribuan orang Yahudi dari seluruh dunia kembali ke tanah air kuno mereka di Timur Tengah.
Mereka membangun kembali Israel sebagai lokasi sentral bagi identitas Yahudi.
Baca juga: Deklarasi Balfour, Awal Pendudukan Zionis di Palestina
Meski begitu, beberapa kritikus menyebut zionisme sebagai ideologi yang agresif dan diskriminatif.
Gerakan zionis pun berhasil mendirikan tanah air Yahudi di negara Israel.
Zionis berasal dari istilah “Zion”, yang merupakan istilah Ibrani yang merujuk pada Yerusalem.
Sepanjang sejarah, orang-orang Yahudi menganggap daerah-daerah tertentu di Israel sebagai tempat suci.
Taurat, teks agama Yahudi, menggambarkan kisah para nabi kuno yang diperintahkan Tuhan mereka untuk kembali ke tanah air ini.
Baca juga: Konflik Israel-Palestina (1): Zionisme dan Imigrasi Bangsa Yahudi
Filosofi dasar gerakan zionis telah ada selama ratusan tahun. Sementara itu, zionisme modern secara resmi berakar pada akhir abad ke-19.
Waktu itu, orang-orang Yahudi di seluruh dunia menghadapi pertumbuhan anti-semitisme.
Beberapa sejarawan percaya bahwa suasana yang semakin tegang antara orang Yahudi dan Eropa mungkin memicu gerakan Zionisme.
Dalam satu insiden tahun 1894, seorang perwira Yahudi di tentara Perancis bernama Alfred Dreyfus, dituduh palsu dan dihukum karena pengkhianatan.
Peristiwa ini, yang kemudian dikenal sebagai “Perselingkuhan Dreyfus,” memicu kemarahan orang-orang Yahudi dan banyak lainnya.
Baca juga: Sekilas Neturei Karta, Sekte Yahudi Ortodoks Anti-Israel dan Zionisme
Orang-orang Yahudi yang teraniaya berjuang menyelamatkan identitas mereka. Gagasan kembali ke tanah air mereka dan memulihkan budaya Yahudi muncul kembali.
Zionisme modern secara resmi didirikan sebagai organisasi politik oleh Theodor Herzl pada tahun 1897.