YANGON, KOMPAS.com - Sebuah kelompok pemantau menyatakan, jumlah korban tewas dalam demonstrasi Myanmar Senin kemarin (15/3/2021) mencapai 20 orang.
Negara di Asia Tenggara itu berada dalam krisis sejak junta militer melakukan kudeta pada 1 Februari.
Junta menangkap Aung San Suu Kyi dan tokoh politik lain, memaksa ratusan ribu orang untuk turun ke jalan.
Baca juga: Taiwan Minta Pabriknya di Myanmar Kibarkan Bendera agar Tak Dibakar seperti Pabrik China
Untuk membubarkan demonstrasi, aparat menggunakan gas air mata, peluru karet, hingga peluru tajam di seluruh Myanmar.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) menerangkan, setidaknya 20 orang tewas dalam aksi Senin.
"Korban secara dramatis mengalami peningkatan," jelas AAPP. Total 180 orang terbunuh dalam enam pekan terakhir.
Dalam rilis resminya, grup pemantau itu menerangkan korban tewas tak hanya dari pengunjuk rasa, namun masyarakat yang tak ikut berdemo.
Mereka yang meninggal kebanyakan berasal dari kawasan tengah Myanmar. Ada juga korban yang tercatat di Yangon.
Korban di Yangon mencakup dua perempuan yang ditembak mati di dalam rumah, saat aparat berusaha menerobos.
Adapun AFP seperti dilansir Selasa (16/3/2021) menyatakan, ada 11 korban tewas yang berhasil mereka verifikasi.
Adapun Minggu (14/3/2021) merupakan hari paling berdarah, dengan total 44 orang terbunuh dalam unjuk rasa.
Sebagai imbas dari unjuk rasa yang terjadi di akhir pekan, junta memberlakukan darurat militer di enam kawasan di Yangon.
Siapa pun yang tertangkap bakal dihadapkan kepada mahkamah militer daripada pengadilan bagi rakyat sipil.
Hukumannya bervariasi, mulai dari tiga tahun melakukan kerja paksa, hingga pemberlakuan hukuman mati.
Baca juga: 138 Demonstran Tewas, Myanmar Ditakutkan Jatuh ke Perang Saudara Terbesar
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.