BANGKOK, KOMPAS.com - Thailand pernah dianggap contoh sukses penanganan Covid-19 di awal pandemi, tetapi negara itu telah alami lonjakan infeksi yang cepat selama 2 pekan terakhir.
Thailand adalah negara pertama di luar China yang melaporkan kasus virus corona baru pada Januari 2020.
Pada pertengahan Desember, Thailand hanya mencatat 4.246 infeksi dalam populasinya yang berjumlah hampir 70 juta orang.
Namun, pada 20 Desember terjadi lonjakan jumlah kasus baru di Thailand sebanyak 576 kasus, naik dari hanya 34 kasus pada hari sebelumnya, seperti yang dilansir dari ABC Indonesia pada Kamis (7/1/2021).
Dalam waktu lebih dari 2 pekan, jumlah total kasus telah meningkat lebih dari 2 kali lipat menjadi 9.331 pekan ini, dengan rekor jumlah tertinggi harian sebesar 745 kasus pada Senin (4/1/2021).
Baca juga: Tim WHO yang Dikirim untuk Selidiki Asal-usul Covid-19 Ditolak Masuk China
Sebagian besar infeksi baru ditemukan pada pekerja migran yang terkait dengan pasar makanan laut di provinsi Samut Sakhon, sebelah barat daya Thailand dan berdekatan dengan ibu kota Bangkok.
Klaster tersebut telah menyebabkan infeksi di lebih dari setengah provinsi itu.
Di Samut Sakhon, tercatat ada hampir setengah juta pekerja migran yang kebanyakan berasal dari negara tetangganya, Myanmar.
Myanmar telah melaporkan lebih dari 127.000 kasus dan 2.766 kematian akibat virus corona hingga saat ini.
"Kami belum tahu bagaimana wabah ini dimulai. Kami tahu Covid-19 telah ada di Myanmar selama beberapa waktu dan sangat sulit untuk mengontrol pergerakan, bagaimanapun juga, melintasi perbatasan," kata Richard Brown, manajer program keadaan darurat kesehatan Badan Kesehatan Dunia (WHO) di Thailand kepada ABC.
Entah bagaimana, menurutnya, virus tersebut dapat sampai ke komunitas pekerja migran dan menyebar. Namun, diduga kuat virus ini tidak terdeteksi sebelumnya karena kelompok pekerja ini tidak bergejala.
Baca juga: Seorang Anti-masker Positif Covid-19, Khawatir Kondisinya Makin Memburuk
Menurut Melissa Marschke, peneliti dari Universitas Ottawa dan Peter Vandergeest dari Universitas York, pekerja migran seringkali bekerja dalam kondisi yang buruk, sehingga membuat mereka rentan terhadap infeksi.
"Pekerja migran sering tinggal di perumahan yang padat, tidak harus berbicara bahasa Thailand, tidak dapat mengakses layanan kesehatan dengan mudah atau meluangkan waktu untuk melakukan tes Covid-19," kata mereka kepada ABC melalui email.
Mereka menambahkan, undang-undang Thailand tentang pekerja yang tidak berdokumen juga dapat menghalangi mereka untuk melapor ketika sakit.
Tetapi di saat yang bersamaan, kelompok advokasi dan kementerian kesehatan provinsi telah proaktif menjangkau kelompok pekerja ini dengan menyediakan penerjemah Burma untuk memberikan informasi tentang virus tersebut, kata mereka.