Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negosiator Korea Utara Hilang Jelang Pergantian Presiden AS

Kompas.com - 19/12/2020, 15:11 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

Sumber Newsweek

PYONGYANG, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri Korea Utara dikabarkan menghilang dari hadapan publik sejak beberapa bulan lalu, melansir Newsweek pada Jumat (18/12/2020).

Kabar ini muncul di tengah laporan bahwa Pemimpin Tertinggi Korea Utara Kim Jong Un, berencana menggantinya dengan negosiator yang lebih cekatan. Pyongyang sendiri tengah bersiap jelang pergantian presuden Amerika Serikat (AS).

Surat kabar Korea Selatan Chosun Ilbo melaporkan, Menteri Luar Negeri Ri Son Gwon tidak terlihat di depan umum sejak Agustus.

Para pejabat di Seoul mengatakan mereka tengah mengawasi perkembangan jika memang ini adalah reaksi yang telah diprediksi, seperti dikutip dari kantor berita Korea Selatan Yonhap.

Son Gwon mengambil alih peran tersebut pada Januari. Dia disebut-sebut memiliki pandangan konservatif yang keras tentang keterlibatan dengan Korea Selatan dan AS.

Baca juga: Korea Utara dapat Sanksi Internasional, China Tetap Beli Batubara dari Pyongyang

Ia menggantikan Ri Yong Ho, seorang negosiator veteran yang fasih berbahasa Inggris. Yong Ho memiliki pengalaman puluhan tahun bekerja dengan rekan-rekan Amerika-nya.

Penunjukan Son Gwon dipandang sebagai sinyal bahwa Pyongyang akan mengadopsi kebijakan yang kurang kooperatif terhadap Seoul dan Washington DC.

Kim Jong Un disebut kecewa setelah janji besar yang dibuat dengan Presiden AS Donald Trump di KTT Singapura tidak membuahkan hasil.

Kondisinya berubah setelah Trump dipastikan meninggalkan Gedung Putih. Rezim di Pyongyang dan saingan AS di seluruh dunia, mengalihkan perhatiannya kepada presiden terpilih Joe Biden.

Pyongyang kini tengah menyusun strategi bagaimana timnya mengatasi masalah yang sulit diselesaikan terkait sanksi dan senjata nuklir di Semenanjung Korea.

Kementerian Unifikasi Korea Selatan mengatakan kepada Yonhap: "Belum ada pengumuman resmi, tapi kami akan terus memantau situasi terkait. Tetap saja, kementerian mengatakan Ri mempertahankan posisinya sebagai menteri luar negeri dan melanjutkan aktivitasnya."

Baca juga: Menlu AS: Serangan Siber Korea Utara Lebih Berbahaya daripada Rusia

Ri adalah mantan kolonel angkatan darat. Sebelum menjabat sebagai menteri luar negeri ia mengawasi urusan antar-Korea.

Dia terakhir terlihat di depan umum pada sesi Komite Sentral partai yang berkuasa pada 19 Agustus, menurut Chosun Ilbo.

Pendekatannya yang militan dinilai dapat merusak upaya Pyongyang mencapai konsesi dari Biden.

Sementara presiden terpilih Joe Biden telah berulang kali mengatakan dia berkomitmen terhadap denuklirisasi Korea Utara, walaupun beberapa ahli menyatakan pendekatan ini tidak berguna mengingat persenjataan nuklir Korea Utara yang mapan.

Mantan Wakil Menteri Unifikasi Korea Selatan Kim Hyung-suk mengatakan kepada Chosun Ilbo, bahwa menunjuk Ri artinya menunjukkan sikap yang keras terhadap AS, bukannya menaruh minat dalam pembicaraan lebih lanjut.

“Sekarang rezim akan menggantikannya dengan seseorang yang dapat berbicara dengan AS."

Presiden terpilih telah berjanji untuk lebih keras pada Kim daripada Trump. Selama kampanye pemilihan, Biden menyebut Kim sebagai preman. Ia juga mengatakan hari-hari nyaman dengan diktator sudah berakhir.

Biden adalah bagian dari tim Presiden Barack Obama yang memilih pendekatan strategis dengan menunggu, berharap sanksi akan memaksa Pyongyang untuk memenuhi tuntutan Amerika.

Baca juga: Intel 471: Rusia Sokong Program Nuklir Korea Utara Melalui Aliansi Kejahatan Siber

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com