Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Chokehold Dilarang, Polisi Perancis Merasa Terhina dan Protes Buang Borgol

Kompas.com - 13/06/2020, 15:16 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber Time

PARIS, KOMPAS.com - Sejumlah polisi di Perancis melakukan protes, akibat dilarangnya penggunaan chokehold (piting leher) saat melakukan penangkapan.

Mereka merasa "dihina" oleh klaim bahwa polisi Perancis melanggengkan rasialisme, lalu membuang borgolnya ke tanah sebagai bentuk protes.

Dilansir dari TIME Jumat (12/6/2020), polisi Perancis melakukan aksi ini di kota-kota seluruh negeri.

Baca juga: Perancis Bunuh Pemimpin Al Qaeda di Afrika Utara, Abdelmalek Droukdel

Sebelumnya, pekan lalu terjadi protes anti-rasialisme terhadap kebrutalan polisi dan rasialisme di Perancis.

Demo anti-rasialisme membuat Menteri Dalam Negeri Perancis Christophe Castaner pada Senin (8/6/2020) melarang polisi melakukan chokehold.

Ia mengamati beberapa polisi telah "gagal melaksanakan tugas negara" dan bahwa negara berniat "menelusuri dan memerangi itu."

Baca juga: Cegah Kasus George Floyd Terulang, New York Larang Polisi Pakai Chokehold

Pelarangan itu memicu protes di kalangan kepolisian, yang meyakini "memiting kepala sangat penting saat memborgol", dan polisi Perancis seharusnya tidak dibandingkan dengan polisi di Amerika Serikat (AS).

"Kami mengecam pengumuman itu, di mana kami dicurigai atas sesuatu yang tidak ada, sedangkan di negara kami polisi benar-benar mencerminkan gambaran penduduknya," ungkap Xavier Leveau dari serikat polisi.

"Orang-orang berpikir bahwa polisi itu rasis, sedangkan di negara kami, kami memiliki orang-orang dari semua kelompok etnis, dan kami semua bekerja bersama dengan baik," lanjutnya dikutip dari TIME.

Baca juga: Trump: Secara Umum, Chokehold Harus Dilarang, tapi...

Akan tetapi para ahli tidak sependapat dengan mereka, dengan menyebut Perancis memiliki sejarah panjang kekerasan polisi terhadap penduduk berkulit hitam dan populasi Arab.

"Baik AS dan Perancis adalah masyarakat yang kapitalis, rasis, dan patriarki," kata Mathieu Rogouste, penulis buku La Domination Policiere (2012) yang menceritakan praktik polisi Perancis saat ini berakar pada era kolonial.

"Mereka dibangun dari itu," imbuhnya kepada TIME.

Badan domestik maupun internasional telah meminta keterangan Perancis atas kasus kekerasan polisi dan rasialis.

Pada 2009, Amnesty International memperingatkan adanya "pola impunitas de facto (kejahatan tanpa hukuman)" di kalangan polisi Perancis.

Kemudian Defenseur des droits, sebuah lembaga swadaya masyarakat Perancis yang bertugas melindungi hak warga negara, pada 2017 merilis sebuah laporan yang mengecam praktik-praktik rasialisme.

Baca juga: Media Perancis Ulas Hukuman Lantunkan Ayat Suci Al Quran bagi Pelanggar Social Distancing

Tahun lalu, Michelle Bachelet Komisaris Tinggi PBB bidang HAM menyerukan "penyelidikan penuh" terhadap penggunaan kekuatan berlebihan oleh polisi Perancis.

Demonstrasi anti-rasialisme yang terjadi di Perancis belakangan ini juga menyinggung kematian Adama Traore, pria keturunan Mali-Perancis yang tewas di tangan polisi pada 2016.

Pada 2 Juni, hasil otopsi independen menemukan bahwa kematiannya disebabkan kekerasan polisi saat melakukan penangkapan, dan belum ada polisi yang didakwa sejak itu.

Baca juga: Minneapolis Sepakat Bubarkan Polisi Kota dan Ajukan Pengganti

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Sepak Terjang Subhash Kapoor Selundupkan Artefak Asia Tenggara ke New York

Sepak Terjang Subhash Kapoor Selundupkan Artefak Asia Tenggara ke New York

Global
Penyebab Kenapa Menyingkirkan Bom yang Belum Meledak di Gaza Butuh Waktu Bertahun-tahun

Penyebab Kenapa Menyingkirkan Bom yang Belum Meledak di Gaza Butuh Waktu Bertahun-tahun

Global
30 Tahun Setelah Politik Apartheid di Afrika Selatan Berakhir

30 Tahun Setelah Politik Apartheid di Afrika Selatan Berakhir

Internasional
Rangkuman Hari Ke-795 Serangan Rusia ke Ukraina: Buruknya Situasi Garis Depan | Desa Dekat Avdiivka Lepas

Rangkuman Hari Ke-795 Serangan Rusia ke Ukraina: Buruknya Situasi Garis Depan | Desa Dekat Avdiivka Lepas

Global
Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Global
[KABAR DUNIA SEPEKAN] Tabrakan Helikopter Malaysia | Artefak Majapahit Dicuri

[KABAR DUNIA SEPEKAN] Tabrakan Helikopter Malaysia | Artefak Majapahit Dicuri

Global
Bangladesh Liburkan 33 Murid dan Mahasiswa karena Cuaca Panas

Bangladesh Liburkan 33 Murid dan Mahasiswa karena Cuaca Panas

Global
Dilema Sepak Bola Hong Kong, dari Lagu Kebangsaan hingga Hubungan dengan China

Dilema Sepak Bola Hong Kong, dari Lagu Kebangsaan hingga Hubungan dengan China

Global
Panglima Ukraina: Situasi Garis Depan Memburuk, Rusia Unggul Personel dan Senjata

Panglima Ukraina: Situasi Garis Depan Memburuk, Rusia Unggul Personel dan Senjata

Global
Jam Tangan Penumpang Terkaya Titanic Laku Dilelang Rp 23,75 Miliar

Jam Tangan Penumpang Terkaya Titanic Laku Dilelang Rp 23,75 Miliar

Global
Rusia Masuk Jauh ke Garis Pertahanan Ukraina, Rebut Desa Lain Dekat Avdiivka

Rusia Masuk Jauh ke Garis Pertahanan Ukraina, Rebut Desa Lain Dekat Avdiivka

Global
Filipina Tutup Sekolah 2 Hari karena Cuaca Panas Ekstrem

Filipina Tutup Sekolah 2 Hari karena Cuaca Panas Ekstrem

Global
Rusia Jatuhkan 17 Drone Ukraina di Wilayah Barat

Rusia Jatuhkan 17 Drone Ukraina di Wilayah Barat

Global
Intel AS Sebut Putin Tidak Perintahkan Pembunuhan Navalny

Intel AS Sebut Putin Tidak Perintahkan Pembunuhan Navalny

Global
Sosok Subhash Kapoor, Terduga Pencuri Artefak Majapahit di New York

Sosok Subhash Kapoor, Terduga Pencuri Artefak Majapahit di New York

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com