Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keinginan Pakai Tentara Redam Demo George Floyd Ditolak, Trump Ingin Pecat Menhan AS

Kompas.com - 10/06/2020, 21:37 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

WASHINGTON, KOMPAS.com - Presiden AS Donald Trump dilaporkan ingin memecat Menteri Pertahanan Mark Esper setelah keinginannya menggunakan tentara meredam demo George Floyd ditolak.

Kepada Wall Street Journal, sumber Gedung Putih mengungkapkan, sang presiden marah kepada Esper karena tak mendukung usulnya mengerahkan militer.

Aksi protes merebak ke ibu kota Washington dan ratusan kota lain setelah George Floyd, seorang pria Afro-Amerika, tewas di Minneapolis pada 25 Mei.

Baca juga: Tolak Rencana Trump Turunkan Militer, Menhan AS: Hanya untuk Situasi Mendesak

Sumber internal itu berujar, Trump berunding dengan penasihatnya untuk memecat Mark Esper, Menhan AS keempat sejak dia menjabat pada 2017.

Namun, si penasihat disebut menentang rencana presiden berusia 73 tahun itu, sehingga dia mengurungkan niatnya untuk mendepak Esper.

Si menhan bukannya tidak sadar bosnya murka. Oleh karena itu, dia juga sudah mempersiapkan surat pengunduran diri, dilansir dari New York Post, Selasa (9/6/2020).

Dia mulai menulis surat untuk meletakkan jabatan, sebelum dibujuk oleh staf ataupun penasihat lain untuk mengurungkan niat.

Pada Rabu (3/6/2020), Esper mengatakan, dia tidak berpikir bahwa mengerahkan tentara di jalanan AS diperlukan untuk meredam demonstrasi.

Sumber itu menuturkan, kalimat pembuka yang disampaikan dalam konferensi pers di Pentagon tersebut disebut menggegerkan Gedung Putih.

"Opsi untuk menggunakan personel aktif harus dipikirkan sebagai hal terakhir. Hanya dalam situasi yang paling mendesak," jelasnya.

Memecat kepala Pentagon bisa memberikan guncangan tak terduga dalam pemerintahan Trump yang saat ini sudah mengalami krisis.

Baca juga: Kebijakan Trump soal Suriah Bikin Mantan Menhan AS Ini Mengundurkan Diri

"Hari itu benar-benar buruk. Presiden sempat kehilangan kepercayaan terhadapnya. Untungnya, dia masih mempertahankannya," ujar si sumber.

Dalan pandangan sang Presiden, kerusuhan yang ditimbulkan sudah membuat baik penegak hukum maupun Garda Nasional kewalahan.

Oleh sebab itu, dia pun mengusulkan untuk menerjunkan pasukan aktif di jalan-jalan AS untuk meredam aksi yang juga disertai penjarahan tersebut.

Namun, para penasihatnya, termasuk Chairman Kepala Staf Gabungan Jenderal Mark Milley, menentang Presiden mengaktifkan UU Pemberontakan 1807.

Esper, seorang lulusan West Point dan pernah menjadi perwira Angkatan Darat, melihat bahwa mengaktifkan UU itu tidak akan berguna.

Saat berancang-ancang memecat Esper, Trump sempat berkonsultasi dengan Kepala Staf Gedung Putih, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, dan Senator Tom Cotton.

Dalam pandangan mereka, mendepak Esper memberikan kerugian ganda bagi Trump. Di antaranya, dia tidak mempunyai banyak waktu mencari kandidat ideal untuk mengisi posisi itu.

Kemudian, pemecatan tersebut bisa membuat Pentagon berada dalam keadaan kekosongan pimpinan jelang Pilpres AS pada November mendatang.

Baca juga: Penjabat Menhan AS Ingatkan Staf Pentagon Harus Netral dari Politik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com