Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Rencana Trump Turunkan Militer, Menhan AS: Hanya untuk Situasi Mendesak

Kompas.com - 04/06/2020, 09:36 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

Sumber AFP

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Menteri Pertahanan AS Mark Esper pada Rabu (3/6/2020) menentang adanya penerapan hukum yang jarang digunakan, seperti mengerahkan militer untuk mengatasi protes nasional atas kebrutalan polisi terhadap warga Afrika-Amerika.

"Saya tidak mendukung penerapan undang-undang pemberontakan," ujar Esper sebagaimana dilansir AFP, dua hari setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump berkata bahwa dia bisa memanggil tentara untuk meredam protes massa.

"Saya selalu percaya dan akan terus percaya bahwa Garda Nasional sudah sangat tepat dalam bekerja di ranah domestik sebagai otoritas sipil dalam situasi seperti ini," tambahnya. 

Baca juga: George Floyd, Bisakah Trump Mengerahkan Tentara dalam Menghadapi Unjuk Rasa?

Dia juga mengatakan, "Opsi pengaktifan tugas (militer) hanya boleh digunakan sebagai pilihan terakhir dan hanya dalam situasi yang mendesak dan mengerikan," ujarnya kepada wartawan di Pentagon.

"Kita tidak sedang berada dalam situasi itu saat ini."

Diketahui pada Senin lalu, Trump memperingatkan bahwa dia bisa memobilisasi semua sumber daya federal yang tersedia, baik sipil maupun militer, untuk melawan protes massa yang terjadi di hampir penjuru AS dan menewaskan sembilan orang.

Aksi protes massa yang rusuh itu buntut dari kematian George Floyd, pria Afrika-Amerika oleh polisi kulit putih Minneapolis, Derek Chauvin.

Baca juga: Mantan Kepala Pentagon: Trump Berusaha Memecah Belah Amerika

Trump mengatakan bahwa negaranya telah dicengkeram oleh profesional anarkistis, gerombolan perusuh, pembakar, penjarah, kriminal, Antifa, dan lainnya.

Jika kota-kota di negara bagian AS itu tidak dapat lagi dikontrol, Trump mengatakan akan "menyebarkan militer AS dan dengan cepat menyelesaikan berbagai permasalahan mereka".

Ketika ditanya kapan Trump akan menerapkan undang-undang pemberontakan 1807 dan menugaskan tentara, Pentagon mengatakan "Tidak".

Namun, itu berarti juga mengatakan bahwa mereka telah mengambil langkah awal ke arah itu, dengan membawa 1.600 polisi militer bertugas aktif ke daerah Washington, "sebagai langkah perencanaan yang bijak."

Baca juga: Trump Ancam Kerahkan Militer jika Pemkot Gagal Kendalikan Rusuh Demo George Floyd

Selain itu, Esper juga membela tindakannya dan tindakan Ketua Umum Gabungan Jenderal Mark Milley di Gedung Putih pada Senin lalu.

Pasukan diperintahkan untuk menembakkan bom asap dan bola lada, proyektil menyakitkan yang mampu melepaskan bahan kimia, untuk memukul mundur demonstran di taman dekat Gedung Putih sehingga Trump dapat berdiri untuk foto-foto di depan gereja terdekat.

Esper dan Milley dituduh oleh mantan pejabat tinggi pertahanan dan oposisi Demokrat bahwa mereka telah mengambil bagian dalam aksi politik Trump. Tindakan yang melanggar prinsip-prinsip tradisional bahwa militer AS tetap apolitis.

Baca juga: Biden: Trump Sumber Masalah yang Semakin Meningkat

Eks ketua kepala Gabungan Mike Mullen pada Selasa berkata, "Saya sangat khawatir bahwa ketika mereka (Esper dan Milley) melaksanakan perintah mereka, anggota militer kita akan dikooptasi untuk tujuan politik." 

Adapun terkait pemukulan mundur demonstran di dekat Gedung Putih itu, Esper menanggapi, "Saya tidak menyadari adanya penegakan hukum di taman (dekat Gedung Putih)."

Dia menambahkan, "Saya tahu kami tengah berjalan menuju gereja, tetapi saya tidak tahu bahwa foto op tengah berlangsung."

"Saya lakukan apa yang saya bisa untuk tetap bersikap apolitis dan terhindar dari situasi yang mungkin menjadi politis. Dan terkadang saya berhasil, terkadang saya gagal. Namun, tujuan saya tetap menjaga departemen saya di luar politik."

Baca juga: Trump Tanda Tangani Perintah Eksekutif Kebebasan Beragama

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Saat Bangladesh Liburkan Sekolah secara Nasional karena Gelombang Panas...

Saat Bangladesh Liburkan Sekolah secara Nasional karena Gelombang Panas...

Global
Sepak Terjang Alexei Navalny, Pemimpin Oposisi Rusia yang Tewas di Penjara

Sepak Terjang Alexei Navalny, Pemimpin Oposisi Rusia yang Tewas di Penjara

Internasional
Bendungan Runtuh Akibat Hujan Lebat di Kenya Barat, 40 Orang Tewas

Bendungan Runtuh Akibat Hujan Lebat di Kenya Barat, 40 Orang Tewas

Global
3 Wanita Mengidap HIV Setelah Prosedur 'Facial Vampir' di New Mexico

3 Wanita Mengidap HIV Setelah Prosedur "Facial Vampir" di New Mexico

Global
Hamas Luncurkan Roket ke Israel dari Lebanon

Hamas Luncurkan Roket ke Israel dari Lebanon

Global
PM Singapura Lee Hsien Loong Puji Jokowi: Kontribusinya Besar Bagi Kawasan

PM Singapura Lee Hsien Loong Puji Jokowi: Kontribusinya Besar Bagi Kawasan

Global
Sejak Apartheid Dihapuskan dari Afrika Selatan, Apa Yang Berubah?

Sejak Apartheid Dihapuskan dari Afrika Selatan, Apa Yang Berubah?

Internasional
Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Global
Punggung Basah dan Kepala Pusing, Pelajar Filipina Menderita akibat Panas Ekstrem

Punggung Basah dan Kepala Pusing, Pelajar Filipina Menderita akibat Panas Ekstrem

Global
Anak Muda Korsel Mengaku Siap Perang jika Diserang Korut

Anak Muda Korsel Mengaku Siap Perang jika Diserang Korut

Global
Demonstran Pro-Palestina di UCLA Bentrok dengan Pendukung Israel

Demonstran Pro-Palestina di UCLA Bentrok dengan Pendukung Israel

Global
Sepak Terjang Subhash Kapoor Selundupkan Artefak Asia Tenggara ke New York

Sepak Terjang Subhash Kapoor Selundupkan Artefak Asia Tenggara ke New York

Global
Penyebab Kenapa Menyingkirkan Bom yang Belum Meledak di Gaza Butuh Waktu Bertahun-tahun

Penyebab Kenapa Menyingkirkan Bom yang Belum Meledak di Gaza Butuh Waktu Bertahun-tahun

Global
30 Tahun Setelah Politik Apartheid di Afrika Selatan Berakhir

30 Tahun Setelah Politik Apartheid di Afrika Selatan Berakhir

Internasional
Rangkuman Hari Ke-795 Serangan Rusia ke Ukraina: Buruknya Situasi Garis Depan | Desa Dekat Avdiivka Lepas

Rangkuman Hari Ke-795 Serangan Rusia ke Ukraina: Buruknya Situasi Garis Depan | Desa Dekat Avdiivka Lepas

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com