Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trik Tanggapi Pertanyaan Klise ala Dosen UMM

Kompas.com - 24/04/2024, 19:23 WIB
Mahar Prastiwi

Penulis

KOMPAS.com - Saat ada acara keluarga besar, anak muda biasanya jadi sasaran mendapatkan pertanyaan klise dari orang yang lebih tua.

Seperti pertanyaan ‘Kapan lulus kuliah? Kapan mau menikah? Kapan punya anak? Kapan tambah momongan?’ dan berbagai pertanyaan klise lainnya.

Bagi sebagian orang, pertanyaan tersebut nampak biasa. Namun, tak sedikit juga yang merasa kurang nyaman atau justru bingung menanggapinya.

Menanggapi hal ini, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Winda Hardyanti memberikan beberapa trik.

Baca juga: Ini Untung Rugi Beli Rumah dengan KPR Menurut Dosen UMM

Trik tanggapi pertanyaan klise

Menurut dia, deretan pertanyaan tersebut berkaitan dengan budaya orang Indonesia yang menyukai basa-basi untuk memulai obrolan.

Di sisi lain, ini juga merupakan bentuk kepedulian orang lain terhadap kita, namun dengan cara yang berbeda.

"Jika ditinjau dari komunikasi interpersonal, pertanyaan-pertanyaan tersebut berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk membuka diri atau melakukan self disclosure. Banyak orang bertanya agar mendapatkan feedback, tapi tidak semua orang nyaman dengan pertanyaan yang cenderung ke arah capaian personal," papar Winda seperti dikutip dari laman UMM, Rabu (24/4/2024).

Dia menerangkan, teori Joseph Devito juga menjadi sorotan karena menekankan bahwa tingkat keterbukaan diri dalam komunikasi interpersonal dipengaruhi banyak faktor.

Pertama, perbedaan situasi di dalam kerumunan besar dan dalam lingkungan yang lebih personal.

"Saat berada di kerumunan besar, individu cenderung merasa kurang nyaman untuk memberikan tanggapan yang mendalam terhadap pertanyaan yang diajukan," kata Winda.

Baca juga: Apakah Minum Teh Sehat bagi Anak? Ini Penjelasan Dokter UMM

Respon pertanyaan dengan santai, netral dan elegan

Kedua, adanya perasaan afiliasi, kesukaan atau kedekatan. Seseorang yang merasa dirinya dekat, maka akan lebih mudah untuk menjawab dan mengungkapkan jawaban yang sebenarnya tanpa harus merasa canggung atau kurang nyaman.

Ketiga, faktor kompetensi antara penanya dan penjawab. Apabila hal ini tidak seimbang, maka akan ada gesekan atau counter back dalam obrolan tersebut.

Selanjutnya, faktor diadik di mana ada kesalingan membuka diri atau cerita antar satu sama lain. Sehingga, menimbulkan sikap saling empati.

"Tentu, masih banyak lagi yang harus diperhatikan sebelum melontarkan pertanyaan. Bukan hanya karena lama bertemu, berarti bisa langsung melontarkan pertanyaan seadanya. Semua harus memenuhi faktor keterbukaan diri tersebut," beber Winda.

Namun demikian, seseorang memiliki kendali atas bagaimana merespon beberapa pertanyaan tersebut.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com