Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Besar IPB: Analisis Karhutla dengan Konsep Pemodelan Matematis

Kompas.com - 22/09/2023, 18:19 WIB
Albertus Adit

Penulis

Sumber ipb.ac.id

KOMPAS.com - Saat musim kemarau berpotensi terjadi bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Karena itu, perlu pemodelan untuk menganalisis karhutla di Indonesia.

Menurut Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University, Prof. Sri Nurdiati, analisis karhutla di Indonesia bisa dengan konsep pemodelan matematis.

Dikatakan, konsep pemodelan yang menggunakan data amatan dari stasiun klimatologi dengan skala model yang singkat (harian, mingguan) tersebut dapat memberikan hasil yang jauh lebih akurat.

Tentu hal itu jika dibandingkan dengan analisis pada data satelit.

Baca juga: Ini Cerita Guru Besar Unja yang Dulu Sempat Kerja Serabutan

"Ada dua karakter karhutla di Indonesia berdasarkan pada data luas terbakar Global Fire Emission Database (GFED) tahun 1997-2016," ujarnya saat Konferensi Pers Pra Orasi Guru Besar IPB University secara daring, Kamis(21/9/2023) seperti dikutip dari laman IPB University.

Dijelaskan, pola karhutla pertama meliputi wilayah Riau dan sekitarnya, Sumatera bagian selatan, Kalimantan, dan Merauke.

Tentu, kondisi ini terjadi pada musim kemarau pada pertengahan hingga akhir tahun dengan periode 12 bulan.

Sementara itu, pola karhutla kedua terjadi pada wilayah Sumatera bagian utara (Riau dan sekitarnya) dalam periode 6 bulan dan tidak memiliki keterikatan yang konsisten terhadap El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD).

Sebagai upaya antisipasi masa datang, maka salah satu pemodelan yang paling populer adalah metode regresi.

Metode statistik ini dipakai untuk memperkirakan hubungan antara variabel terikat dan variabel independen atau lebih.

Baca juga: Guru Besar UGM: Ini Gejala Penyakit Hirschsprung pada Bayi Baru Lahir

Dalam penelitian lain diperkenalkan integrasi indeks El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan IOD atau perbedaan suhu permukaan laut di dua wilayah dalam mempengaruhi korelasi antara indikator iklim yang digunakan dengan titik panas pada setiap tahunnya.

"Hasil dari transformasi tersebut kemudian digunakan untuk mendapatkan variabel indikator iklim yang terikat dengan fenomena ENSO dan IOD. Analisis pada data yang diintegrasikan dapat menghasilkan performa umum jauh lebih baik dari penelitian sebelumnya," jelasnya.

Tak hanya itu saja, ia juga mengulas tentang ProbFire yang dikenalkan Nikovas pada 2022 sebagai model dasar sistem peringatan kebakaran di masa depan dengan menggabungkan indikator iklim.

Indikator iklim itu ialah curah hujan, suhu udara, dan kelembaban relatif dan non iklim (aktivitas karhutla sebelumnya dan tutupan lahan hutan).

Secara umum, Probfire melampaui prediksi karhutla berbasis hanya pada data klimatologi saja pada waktu tenggang 2 hingga 4 bulan di Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, dan Papua Selatan.

Selain itu, pendekatan lain yang cukup populer ialah dengan hidro-climatologycal indikator pada pemodelan karhutla.

Dengan menggunakan selisih curah hujan dan penguapan, komponen pertama dari data berubah menjadi tidak hanya mencakup area dengan periode hujan 12 bulan, tetapi juga area yang memiliki periode karhutla 6 bulan.

Tentu metode ini penting mengingat Indonesia telah mengalami lebih dari 300 bencana alam pada periode 1990-2021, dan 70 persen di antaranya merupakan dampak dari perubahan iklim.

Baca juga: Guru Besar Unesa: Boleh Gunakan Gawai di Kelas, tapi dengan Pendekatan Ini

Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa Indonesia sebagai salah satu negara paling rentan terhadap gelombang panas ekstrem menurut proyeksi model iklim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com