Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Waode Nurmuhaemin
Penulis

Praktisi pendidikan, penulis buku dan novel pendidikan

Gas Air Mata di Sekolah

Kompas.com - 11/09/2023, 18:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TRAGEDI Kanjurahan, Malang, adalah tragedi yang paling menyesakan terkait penembakan gas air mata oleh aparat keamanan di Indonesia.

Ratusan orang menjadi korban jiwa yang masih menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban.

Tragedi gas air mata terulang kembali, meskipun tidak ada korban jiwa. Rempang, Kepulauan Riau, tengah menjadi pusat perhatian setelah terjadi bentrokan antara warga dengan aparat terkait penolakan pengembangan kawasan ekonomi Rempang Eco City.

Menurut Mahfud MD, negara sudah memberikan status tanah di Rempang kepada salah satu perusahaan untuk dikelola pada 2002.

Ketika investor yang mendapat hak akan masuk untuk mengelola, yang terjadi masyarakat tidak mau meninggalkan tanah tersebut.

Mengutip Kompas (8/9/2023), warga di Rempang yang dihuni oleh orang laut dan darat diyakini telah tinggal di pulau itu sejak 1834. Akhirnya, terjadi konflik agraria yang melibatkan aparat negara.

Tindakan represif aparat terhadap warga sangat disayangkan. Paling masygul adalah ada belasan siswa yang pingsan akibat tembakan gas air mata, yang menurut polisi terbawa angin sampai ke sekolah.

Padahal para guru sudah memperingatkan agar tidak menyasar sekolah mereka. Ada siswa di dua sekolah SD dan SMP yang berlarian menyelamatkan diri ke hutan ketika kelas mereka tiba-tiba penuh asap. Bahkan banyak di antara mereka yang terluka.

Menjadi pertanyaan, apakah patut gas air mata ditembakan di lingkungan sekitar sekolah? Apakah tidak ada tindakan lain yang bisa dilakukan?

Semestinya aparat bisa melihat ada sekolah di sana. Para siswa jelas akan sangat terganggu psikologinya dan trauma untuk datang ke sekolah.

Mereka juga akan trauma terhadap aparat. Mereka akan melihat sekolah sebagai tempat yang tidak aman untuk belajar.

Anak-anak akan menyimpan cerita ini sampai dewasa kelak. Aparat negara harusnya bisa memikirkan aspek pendidikan ketika melakukan tindakan represif.

Mengapa tidak mengedepankan diolog? Toh yang mereka hadapi bukan kelompok kriminal bersenjata, yang selama ini membunuh aparat dan masyarakat. Aparat hanya menghadapi warga adat yang merasa berhak atas tanah tersebut.

Di antara masyarakat bisa saja ada keluarga anak-anak sekolah tersebut yang dengan harap-harap cemas melihat bapak, paman atau kakaknya ditangkap.

Pemprov Kepri sebaiknya menghentikan pelibatan aparat keamanan dalam penyelesaian masalah sensitif ini. Dengarkan baik-baik suara mereka yang selalu dijadikan objek ketika menjelang pilkada. Tunjukan keberpihakan kepada rakyat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com