Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UPH: Gagasan GSI dari China Perlu Disikapi secara Baik

Kompas.com - 07/05/2023, 19:40 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Dosen Ilmu Komunikasi UPH, Dr. Johanes Herlijanto mengatakan perilaku China di seputar Laut China Selatan (LCS), bahkan di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia di perairan dekat Kepulauan Natuna merupakan contoh relevan yang memperlihatkan kontradiksi antara gagasan indah Global Security Initiative dengan prilaku nyata China.

Proyek GSI sendiri digagas oleh Presiden China, Xi Jinping.

"Proyek GSI ini perlu diwaspadai dan disikapi secara hati hati baik oleh Indonesia maupun negara-negara Asia Tenggara yang lain," ucap dia dalam keterangannya, Minggu (7/5/2023).

Baca juga: Jadwal dan Biaya Kuliah UI Jalur Mandiri 2023

Johanes merujuk pada berbagai insiden di mana kapal-kapal penjaga pantai dan nelayan China berhadapan dengan otoritas negara-negara Asia Tenggara di wilayah ZEE negara-negara Asia Tenggara tersebut dalam satu dasawarsa terakhir.

Filipina dan Vietnam merupakan negara yang wilayah ZEE seringkali dilanggar oleh kapal-kapal penjaga pantai China.

"Hal yang sama juga terjadi dengan Indonesia, yang sebenarnya tidak terlibat dalam sengketa di LCS. Setidaknya sejak tahun 2010, China telah berulang kali melakukan aktivitas yang tak mengindahkan hak berdaulat Indonesia di wilayah ZEE kita di sekitar Kepulauan Natuna," kata pria yang juga jadi Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI).

Menurut Johanes, tingkah laku China di atas menyebabkan berbagai kelompok masyarakat di negara-negara Asia Tenggara bersikap hati-hati dan waspada terhadap gagasan asal China tersebut.

Johanes merujuk pada tulisan Hoang Thi Ha, peneliti dari ISEAS Yusof Ishak Institute, Singapura, yang memperlihatkan minimnya dukungan masyarakat Asia Tenggara terhadap GSI.

"Dari 1.308 responden yang turut serta dalam survey yang dilakukan Hoang Thi Ha dan para koleganya, hanya 27,4 persen merasa yakin atau sangat yakin bahwa GSI akan membawa keuntungan bagi wilayah Asia tenggara. 44,5 persen responden merasa kurang yakin atau bahkan tidak yakin sama sekali," jelasnya.

Dia juga menuturkan bahwa hanya 19 persen responden yang meyakini bahwa GSI akan membawa keuntungan bagi Indonesia.

Senada dengan mayoritas responden survey yang dilakukan oleh lembaga think tank asal Singapura di atas, Johanes pun beranggapan bahwa GSI perlu disikapi dengan kewaspadaan.

Ia pun mengapresiasi sikap pemerintah Indonesia yang terkesan hati-hati dalam menanggapi inisiatif China tersebut.

"Indonesia hanya menyatakan memperhatikan keberadaan GSI dan siap untuk bekerja bersama pihak China dalam memastikan kedamaian dan stabilitas melalui dialog dan diplomasi," tutur dia.

Johanes menyatakan, selama China masih sibuk membangun kehadiran militernya di perairan LCS, menerapkan operasi gray-zone di wilayah ZEE negara-negara Asia Tenggara, termasuk di perairan dekat Kepulauan Natuna, membuat pengelompokan yang menyerupai blok aliansi seperti yang diupayakan dengan negara-negara Kepulauan Pasifik.

Baca juga: 10 Kampus Punya Jurusan Kedokteran Gigi Terbaik Indonesia, Ada 2 PTS

"Maka retorika GSI yang menekankan kedamaian, penghormatan kedaulatan, kesetiaan terhadap prinsip-prinsip Piagam PBB, dan penolakan terhadap mentalitas perang dingin—akan tetap tinggal sebagai retorika yang sulit untuk memperoleh kepercayaan," tutur dia.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com