Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Imam Farisi
Dosen

Dosen FKIP Universitas Terbuka

Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh Dalam Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Kompas.com - 13/01/2023, 11:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TAK banyak orang tahu bahwa sejatinya konsep dan pemikiran tentang pendidikan terbuka dan jarak jauh sudah ada dan menjadi pemikiran Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara (1889—1959). Konsep dan pemikiran Ki Hadjar itu terungkap dalam pernyataan filosofis, “setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah” yang kemudian melandasi pendidikan rakyat dan humanis yang dikembangkannya.

Secara titimangsa, pemikiran Ki Hadjar tersebut sudah ada jauh sebelum Paolo Freire (1921—1997), teoretikus dan tokoh pendidikan asal Brasil dengan pendidikan emansipatorisnya yang didasarkan pada pedagogi kalangan kaum tertindas (Pedagogy of the Oppressed).

Konsep “setiap orang menjadi (adalah) guru”, mengandung makna bahwa setiap orang adalah pribadi mandiri. Setiap orang adalah pebelajar mandiri (autonomous learner).

Baca juga: Ki Hadjar Dewantara: Kehidupan, Kiprah, dan Semboyannya

Mereka bisa belajar, memperoleh kompetensi (pengetahuan, nilai, dan sikap), dan mengembangkan kapasitas dan karakter dirinya. Setiap orang mampu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi diri-sendiri secara mandiri sesuai dengan kodrat, dan kapasitasnya yang telah dianugerahkan Tuhan.

Mengapa? Karena setiap orang secara fitrah/kodrati memiliki potensi diri, yaitu kemampuan, kekuatan, daya atau kesanggupan diri yang memungkinan untuk dikembangkan. Potensi diri yang dimiliki oleh setiap orang seperti potensi berpikir, emosi, fisik, yang oleh Ki Hajar Dewantara disebut sebagai budi pekerti, yaitu perpaduan antara cipta (kognitif), karsa (afektif), dan karya (psikomotor).

Setiap orang memiliki potensi diri yang berbeda-beda, unik. Ki Hadjar juga meyakini, setiap orang secara mandiri dapat menuntaskan tugas-tugas perkembangannya, dan mencapai batas maksimal perkembangannya.

Namun, jika difasilitasi orang dan sumber lain, mereka akan bisa melampaui tapal batas wilayah kapasitas personal yang oleh Vygotsky disebut zona perkembangan proksimal (zone proximal development).

Itu adalah wilayah perkembangan yang membedakan antara apa yang dapat siswa lakukan sendiri (potential development zone), dengan apa dapat siswa lakukan dengan bantuan orang lain (actual development zone) - (Ellis, 1998; Kozulin, 1998).

Bagi Ki Hadjar, tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada setiap orang, agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Siapapun yang terlibat dalam proses pendidikan hanya dapat menuntun tumbuh dan hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada setiap orang, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kecerdasan kodrat setiap orang.

Dalam konteks ini, sekolah dalam pemikiran Ki Hadjar menjadi sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan potensi diri dan budi pekerti setiap orang. Sekolah adalah rumah kedua bagi setiap orang untuk belajar.

Konsep “setiap rumah menjadi (adalah) sekolah”, mengandung makna bahwa di manapun setiap orang bisa belajar. Belajar bisa di rumah, di alam terbuka (taman, pantai, pegunungan, dan lain-lain), tempat ibadah, atau di kantor/tempat kerja. Yang penting di manapun mereka belajar tercipta suasana belajar yang nyaman, dan merdeka.

Sekolah bukanlah sebatas sebuah (kompleks) bangunan fisik di mana antara pendidik-terdidik terjalin komunikasi-interaksi-transaksi pembelajaran secara formal, dengan target-target, dan aturan-aturan disipliner yang ketat, yang bisa jadi justru menghambat perkembangan dan pertumbuhan seseorang.

Sekolah adalah sebuah konteks (fisik, sosial, kultural, psikologis) yang membebaskan, memerdekakan, dan “menuntun kodrat” setiap orang untuk bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat, fitrah, dan kapasitasnya.

Sekolah merupakan bentuk fasilitasi kepada setiap orang yang belajar, yang dalam prosesnya dapat dilakukan oleh siapa saja (guru, teman, sejawat, kolega, orang tua, sumber lain) atas dasar kodrat dan berpusat pada pebelajar (student centered).

Proses pendidikan yang terjadi di dalam berbagai konteks tersebut, sejatinya harus lebih “memanusiakan manusia”. Sebuah proses pendidikan yang memungkinkan setiap orang yang berada di dalamnya melakukan berbagai bentuk dan kualitas relasi-relasi fisik, sosial, kultural, psikologis, dan lain-lain untuk mencipta makna-makna personal dan sosio-kultural.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com