Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi PresUniv: Mempertemukan "Garis Sampah" dan "Garis Pariwisata"

Kompas.com - 23/12/2021, 17:05 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Dosen Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, President University (PresUniv), Yunita Ismail Masjud mencoba menarik benang merah antara sampah dan pariwisata.

Kedua isu tersebut dibahas Yunita dalam tema "Implementation of Digital Sustainable Living through Community Engagement in Supporting Jababeka Smart Township Initiative" yang merupakan program pengabdian masyarakat (PKM).

Yunita berkolaborasi dengan dua dosen PresUniv lain, yaitu Felix Goenadi dan Ihsan Hadiahah.

Tema ini dipaparkan Yunita dalam seminar internasional yang berlangsung secara hybrid di Bogor, pada 20-23 Desember 2021. 

Seminar yang diselenggarakan PresUniv berkolaborasi dengan PT Jababeka & Co. dan FabLab, ini mendapat dukungan dari Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang digagas Kemendikbud Ristek.

Seminar internasional ini merupakan pengabdian masyarakat yang mendapatkan pendanaan dari Program Penelitian Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka dan Pengabdian Masyarakat Berbasis Hasil Penelitian dan Purwarupa PTS, Ditjen Dikti Ristek Tahun Anggaran 2021.

Nilai ekonomis sampah

Yunita menjelaskan, saat ini sampah dan industri pariwisata ibarat dua garis yang bergerak saling menjauh. Jika suatu kota dipenuhi dengan sampah, kinerja industri pariwisatanya bakal suram.

Jadi, kesenjangan garis sampah dan garis industri pariwisata semakin lama menjadi semakin melebar. Upaya untuk mendekatkan kembali garis sampah dan garis industri pariwisata itulah yang dilakukan Yunita dan tim PKM PresUniv.

Baca juga: Kemendikbud Dorong Siswa Jadi Agen Perubahan Pengelolaan Sampah

Yunita memaparkan proses ini bermula dari pemilahan sampah di tingkat rumah tangga.

Sampah dipilah dalam tiga kategori, yakni dapat dimanfaatkan kembali (reuse), dapat didaur ulang (recycle), dan ditingkatkan penggunaannya (upscaled).

Agar rumah tangga mau melalukan pemilahan sampah, diperlukan insentif dari Bank Sampah, yang membuat sampah menjadi punya nilai ekonomis. Sampah-sampah yang telah dipilah tersebut kemudian secara berkala dikumpulkan.

Di tempat pengumpulan, sampah diolah menjadi berbagai produk. Misalnya, sampah sisa makanan dapat diolah menjadi maggot, yakni campuran kaya protein yang cocok untuk pakan ternak.

Lalu, sisa sampah dalam bentuk sayur-sayuran dan buah-buahan dapat diolah menjadi enzim untuk desinfektan. Kemudian, sampah-sampah organik lainnya dapat diubah menjadi pupuk organik atau kompos, dibuat briket dan hasilnya dipasarkan ke industri, atau diolah lagi menjadi berbagai bahan baku.

“Intinya, semua produk olahan dari sampah tersebut mempunyai nilai ekonomis,” tegas Yunita.

Sinergi sampah dan pariwisata

Lalu, apa kaitannya pengolahan sampah tersebut dengan industri pariwisata? Yunita memaparkan, ada beberapa hotel yang sudah menggunakan furnitur yang diproduksi dari bahan olahan berbasis sampah, seperti kertas atau kardus bekas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com